5 Tipe MBTI yang Sering Terjebak pada Self-Hate, Yuk Cintai Diri!

- INFJ cenderung terjebak dalam perasaan bersalah dan kecewa terhadap diri sendiri karena ekspektasi moralitas yang tinggi dan penilaian diri melalui dampak pada orang lain.
- INFP mudah merasa kecewa terhadap diri sendiri saat realitas tidak sesuai dengan idealisme, serta memiliki kecenderungan untuk memendam emosi yang berujung pada self-hate.
- ISFJ sering menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan pribadi, hingga akhirnya menekan emosi dan muncul rasa lelah serta self-hate secara tiba-tiba.
Setiap orang memiliki hubungan yang berbeda dengan dirinya sendiri. Ada yang mudah menerima kekurangan, sementara sebagian lain cenderung keras terhadap diri sendiri. Dalam kerangka kepribadian MBTI, beberapa tipe memiliki kecenderungan untuk lebih sering terjebak dalam perasaan membenci diri atau self-hate. Perasaan ini bisa muncul karena berbagai faktor seperti perfeksionisme, ketidakpuasan atas pencapaian, atau kesulitan menerima kelemahan pribadi.
Banyak yang tidak menyadari bahwa beberapa tindakan kecil merupakan bentuk dari self-hate. Bagi beberapa tipe MBTI, hal ini menjadi pola berpikir yang sulit dihindari karena struktur kepribadian mereka yang sensitif atau terlalu reflektif. Mengetahui tipe kepribadian yang rentan terhadap hal ini bisa menjadi langkah awal untuk lebih memahami cara mencintai diri sendiri dengan sehat.
Biar kamu lebih memahaminya, yuk intip kelima tipe MBTI yang sering terjebak pada self-hate berikut ini. Cekidot!
1. INFJ

INFJ dikenal sebagai tipe yang penuh empati, reflektif, dan idealis. Namun, sifat tersebut sering membuatnya terjebak dalam pusaran perasaan negatif terhadap diri sendiri. INFJ cenderung memiliki ekspektasi tinggi terhadap moralitas dan integritas pribadi. Ketika mereka merasa gagal memenuhi standar itu, rasa bersalah dan kecewa terhadap diri sendiri bisa muncul dengan sangat kuat. Mereka sering menyalahkan diri bahkan atas hal-hal kecil yang tidak bisa dikendalikan.
Selain itu, INFJ mudah merasa tidak cukup baik karena sering menilai dirinya melalui dampak yang diberikan pada orang lain. Jika merasa gagal membantu seseorang atau tidak bisa membuat lingkungan sekitarnya lebih baik, INFJ bisa merasa tidak berguna. Kondisi ini membuat mereka menarik diri dan memendam emosi, yang lama-kelamaan menumbuhkan self-hate. INFJ perlu belajar bahwa menjadi manusia berarti memiliki batas.
2. INFP

INFP adalah tipe kepribadian yang sangat idealis dan berorientasi pada nilai. Mereka berusaha hidup sesuai prinsip moral dan harapan pribadi yang sering kali sangat tinggi. Ketika realitas tidak sejalan dengan idealisme itu, INFP mudah merasa kecewa terhadap diri sendiri. Mereka bisa merasa tidak cukup baik, tidak cukup berbakat, atau bahkan tidak layak dicintai. Pemikiran semacam ini menjadi akar dari self-hate yang sering mereka alami.
Selain itu, INFP memiliki kecenderungan untuk memendam emosi. Mereka jarang mengungkapkan kekecewaan atau kemarahan, melainkan menyimpannya dalam diri. Saat tekanan batin menumpuk, INFP dapat terjebak dalam pemikiran negatif yang berulang. Agar bisa keluar dari lingkaran ini, INFP perlu belajar menyalurkan emosi secara sehat. Menyadari bahwa nilai diri tidak bergantung pada kesempurnaan adalah langkah awal menuju penerimaan dan kasih terhadap diri sendiri.
3. ISFJ

ISFJ dikenal sebagai sosok yang penuh perhatian, bertanggung jawab, dan selalu berusaha menjaga keharmonisan. Namun, di balik sifat peduli itu, mereka sering lupa memperhatikan dirinya sendiri. ISFJ cenderung menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan pribadi, hingga ketika mereka merasa gagal memenuhi ekspektasi orang lain, perasaan bersalah dan tidak berharga muncul. Mereka mudah menyalahkan diri jika sesuatu tidak berjalan baik, meskipun hal tersebut bukan sepenuhnya kesalahan mereka.
Kebiasaan ISFJ yang menekan emosi demi menjaga ketenangan lingkungan membuat perasaan negatif menumpuk. Ketika akhirnya tidak bisa menahannya lagi, rasa lelah dan self-hate bisa muncul secara tiba-tiba. ISFJ perlu memahami bahwa memberi batas bukan berarti egois, melainkan bentuk menghargai diri sendiri. Dengan belajar berkata “tidak” pada hal-hal yang melelahkan secara emosional dan memberi waktu untuk diri sendiri, ISFJ bisa menumbuhkan cinta diri yang lebih seimbang.
4. INTJ

INTJ sering dianggap kuat dan rasional, tetapi di balik penampilan tegasnya, mereka menyimpan kritik tajam terhadap diri sendiri. Tipe ini dikenal perfeksionis dan memiliki standar tinggi dalam setiap aspek kehidupan. Saat gagal mencapai target yang ditetapkan, INTJ cenderung menganggap dirinya tidak kompeten. Mereka jarang menunjukkan kelemahan di depan orang lain, sehingga rasa kecewa terhadap diri sering kali dipendam dan berubah menjadi self-hate yang diam-diam menggerogoti.
Selain itu, INTJ memiliki kecenderungan untuk fokus pada kesalahan masa lalu dan menganalisisnya secara berlebihan. Mereka percaya bahwa setiap kegagalan adalah akibat dari kurangnya perencanaan atau kecerdikan, sehingga rasa bersalah dan malu bisa muncul dengan kuat. Untuk keluar dari pola ini, INTJ perlu belajar bahwa kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran. Melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk tumbuh akan membantu INTJ membangun hubungan yang lebih lembut dengan dirinya sendiri.
5. ENFP

ENFP adalah sosok yang energik, kreatif, dan optimis di mata banyak orang. Namun, di balik sikap ceria itu, mereka sering kali menyimpan keraguan besar terhadap diri sendiri. ENFP sangat sensitif terhadap kritik, terutama jika merasa bahwa kritik tersebut mengancam identitas atau nilai yang diyakini. Ketika menghadapi kekecewaan atau penolakan, mereka bisa dengan mudah menafsirkan hal itu sebagai bukti bahwa diri mereka tidak cukup baik.
Selain itu, ENFP memiliki kecenderungan untuk mengalami emotional burnout karena terlalu banyak terlibat secara emosional dengan orang lain atau proyek yang dijalani. Saat energi mereka terkuras, rasa kehilangan arah muncul, dan perasaan self-hate mulai tumbuh. ENFP perlu belajar menjaga keseimbangan antara memberi dan menerima, serta memahami bahwa mereka berhak untuk istirahat tanpa merasa bersalah. Menghargai diri sebagaimana mereka menghargai orang lain akan membantu ENFP menemukan kedamaian batin yang lebih stabil.
Menyadari bahwa nilai diri tidak bergantung pada pencapaian atau pandangan orang lain adalah langkah penting menuju keseimbangan emosional. Ketika seseorang belajar mencintai dirinya secara utuh, segala hal di sekitarnya pun akan terasa lebih ringan dan bermakna.

















