5 Tipe MBTI yang Sulit Mengontrol Emosi Saat Menghadapi Bawahan, Awas!

Dalam dunia kerja, peran seorang atasan tidak hanya berkutat pada pencapaian target dan pengambilan keputusan penting, tetapi juga mencakup kemampuan mengelola hubungan interpersonal, khususnya dengan bawahan. Relasi ini membutuhkan keseimbangan antara ketegasan dan empati, agar suasana kerja tetap kondusif dan produktif.
Namun, tidak semua individu memiliki kecakapan emosi yang sama dalam menghadapi tekanan, terutama saat terjadi ketidaksesuaian ekspektasi atau kesalahan dari bawahan. Beberapa kepribadian bahkan cenderung bereaksi impulsif, cepat tersulut, dan sulit menjaga stabilitas emosional saat situasi tidak berjalan sesuai harapan.
Biar kamu tidak penasaran dengan hal tersebut, yuk simak kelima tipe MBTI yang sulit mengontrol emosi saat menghadapi bawahan berikut ini. Scroll, yuk!
1. ENTJ

ENTJ dikenal sebagai sosok pemimpin alami yang memiliki visi besar, penuh ambisi, dan senang mengambil alih kontrol. Tipe ini cenderung berpikir cepat dan logis, serta menginginkan hasil yang efisien dan konkret. Namun, dalam mengejar tujuan-tujuan ambisius tersebut, ENTJ sering menunjukkan ekspektasi tinggi terhadap timnya, bahkan terhadap hal-hal kecil. Ketika bawahan gagal memenuhi standar atau bergerak terlalu lambat, ENTJ bisa menunjukkan frustrasi secara eksplisit.
Sebagai pemimpin, ENTJ berusaha mendisiplinkan bawahan dengan gaya tegas yang terkadang terkesan keras. Ketika menghadapi hambatan atau hasil kerja yang tidak memuaskan, ENTJ bisa kehilangan kesabaran dan menyampaikan kritik dengan nada tinggi, tanpa memikirkan dampak psikologisnya. Kurangnya empati dan keengganan mendengarkan alasan dari bawahan memperburuk situasi.
2. ESTJ

ESTJ merupakan tipe kepribadian yang menjunjung tinggi struktur, efisiensi, dan keteraturan. Karakter ini membuatnya sangat cocok dalam dunia manajemen atau kepemimpinan organisasi. Namun, ketika standar kerja atau prosedur yang sudah ditetapkan tidak dijalankan dengan benar oleh bawahannya, ESTJ bisa menunjukkan reaksi emosional yang keras. Ia tidak segan menyampaikan kritik dengan suara tinggi atau menegur secara terbuka, terutama ketika merasa waktu dan sumber daya terbuang sia-sia.
ESTJ memiliki kepercayaan tinggi terhadap sistem dan ketertiban. Ketika dihadapkan pada bawahan yang dianggap lalai, tidak disiplin, atau tidak cukup tanggap terhadap instruksi, tipe ini bisa meluapkan rasa kecewa dengan emosi yang meluap. Gaya komunikasinya yang cenderung confrontational bisa menimbulkan ketegangan dalam hubungan profesional. ESTJ perlu mengembangkan kesabaran dan keterampilan komunikasi yang lebih tenang agar tidak menjatuhkan semangat tim.
3. ENFJ

Meski ENFJ dikenal sebagai pribadi yang hangat, peduli, dan inspiratif, tipe ini memiliki tantangan tersendiri dalam mengontrol emosi, terutama ketika merasa bawahannya tidak menunjukkan loyalitas atau komitmen yang sama. ENFJ sangat memerhatikan keharmonisan hubungan kerja, sehingga kekecewaan emosional bisa sangat dalam ketika merasakan pengkhianatan atau ketidakterbukaan.
ENFJ juga kerap kali merasa terlalu bertanggung jawab atas kesejahteraan timnya. Ketika bawahan melakukan kesalahan, ia tidak hanya merasa kecewa secara profesional, tetapi juga secara emosional. Hal ini membuat ENFJ cenderung menumpahkan perasaan tersebut secara intens. Meskipun niat dasarnya adalah menjaga iklim kerja yang positif, ENFJ bisa terjebak dalam kecenderungan emotional outburst yang tidak proporsional.
4. ESFP

ESFP dikenal sebagai pribadi yang ekspresif, antusias, dan gemar berinteraksi secara langsung. Dalam dunia kerja, tipe ini sering menjadi penggerak suasana dan mampu membawa semangat positif dalam tim. Namun, sifatnya yang impulsif dan emosional menjadikan ESFP sulit mengontrol perasaannya saat menghadapi tekanan atau ketegangan. Ketika merasa tersinggung atau tidak dihargai, ESFP bisa menunjukkan reaksi spontan yang berlebihan, bahkan di depan publik, tanpa mempertimbangkan situasi.
Dalam menghadapi bawahan, ESFP lebih mengandalkan perasaan daripada logika. Jika merasa dikritik atau tidak didukung, ia bisa menganggapnya sebagai serangan personal dan langsung merespons dengan nada emosional. Terkadang, ESFP lebih fokus pada persepsi pribadi daripada objektivitas, yang bisa menyebabkan konflik tidak perlu dalam dinamika tim.
5. INFP

Sebagai pribadi yang idealis dan sangat menjunjung nilai-nilai pribadi, INFP seringkali terlibat secara emosional dalam setiap aspek pekerjaannya. Ketika merasa nilai yang dijunjungnya dilanggar atau tidak dihormati oleh bawahan, emosi yang dirasakan bisa sangat dalam, bahkan jika tidak langsung diekspresikan. INFP tidak suka konfrontasi terbuka, namun ketika emosi menumpuk dan tidak tertahan, ledakan emosional bisa terjadi secara tiba-tiba dalam bentuk kemarahan pasif atau penarikan diri yang ekstrem.
INFP memiliki sensitivitas tinggi terhadap suasana dan niat orang lain. Jika merasa bahwa bawahan tidak menghargai visi atau tidak bekerja dengan integritas, perasaan kecewa akan berubah menjadi emosi negatif yang sulit dikendalikan. INFP cenderung menyimpan segala emosi dalam waktu lama sebelum akhirnya meledak dalam bentuk kritik tajam yang biasanya datang dari akumulasi kekecewaan.
Pemimpin yang baik bukanlah yang tidak pernah marah, melainkan yang tahu kapan harus tegas, kapan harus mendengarkan, dan bagaimana menyeimbangkan antara akal dan rasa dalam mengambil keputusan. Ketenangan dalam tekanan dan kontrol terhadap emosi adalah fondasi penting dalam membangun kepemimpinan yang berwibawa dan dihormati.