Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sidang perdana kasus dugaan korupsi Asabri digelar pada Senin (16/8/2021). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Jakarta, IDN Times - Hakim Pengadilan Tipikor yang mengadili kasus korupsi PT Asabri, Mulyono Dwi Purwanto, menyatakan dissenting opinion atau pendapat yang berbeda dalam memutus empat terdakwa. Perbedaan pendapat itu terkait penghitungan kerugian negara senilai Rp22,78 triliun oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dinilai tidak tepat.

“Penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPK tidak punya dasar yang jelas dan tidak memenuhi kerugian negara yang nyata dan pasti sehingga (kerugian) Rp22 triliun tidak berdasar dan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,” ujar hakim Mulyono di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (4/1/2022).

1. Hakim sebut BPK tak konsisten menghitung kerugian negara

Ilustrasi korupsi (IDN Times/Mardya Shakti)

Mulyono menilai BPK tidak konsisten dalam menghitung kerugian negara. Sebab, kerugian Rp22,788 triliun berasal dari jumlah saldo yang dibeli atau diinvestasikan pada efek (saham) setelah dikurangi penjualan pada 31 Desember 2019.

Menurutnya, dana Rp22,778 triliun adalah saldo dari pembelian rekening efek yang melanggar peraturan yang berlaku dan yang belum dipulihkan kembali per 31 Desember 2019. Namun, masih memperhitungkan penerimaan dana meski pembelian tidak sesuai dengan peraturan yang belaku.

"Reksadana, surat dan saham-saham masih ada dan menjadi milik PT Asabri dan memiliki nilai atau harga, tapi tidak diperhitungkan oleh auditor atau ahli yang dihadirkan di persidangan sehingga tidak konsisten dengan penerimaan atas likuidasi saham setelah 31 Desember 2019, bahkan sampai audit pemeriksaan pada 31 Maret 2021 meski tidak diperhitungkan penjualan sesudah masa akhir pemeriksaan tersebut," jelas Mulyono.

2. Hakim sebut lebih adil menghitung dana kas dalam kerugian negara

Editorial Team

EditorAryodamar

Tonton lebih seru di