Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • Prabowo-Gibran janji 19 juta lapangan kerja, tapi pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025.

  • Anak muda pertanyakan keseriusan pemerintah dalam menyerap lapangan pekerjaan dan program magang yang tidak sesuai.

  • Pekerja di Indonesia belum sejahtera dengan upah rata-rata Rp3,09 juta per bulan, sementara wirausaha muda kesulitan akses modal dan pasar.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Isu mengenai lapangan kerja hingga pengangguran, belakangan ini makin akrab didengar oleh telinga anak muda. Mereka menagih janji pemerintah soal 19 juta lapangan kerja yang pernah diungkap Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming saat kampanye Pilpres 2024.

"Insyaallah terbuka 19 juta lapangan pekerjaan. Hilirisasi digital akan kami genjot. Kami akan siapkan anak-anak muda yang ahli artificial intelligence, blockchain, robotik, anak-perbankan syariah, kripto," kata Gibran dalam debat cawapres di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (22/12/2023) lalu.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran Indonesia mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025 atau setara 4,76 persen dari total angkatan kerja sebanyak 153,05 juta orang. Jika dibandingkan dengan Februari 2024, terjadi pertambahan angka pengangguran 83.450 orang dibandingkan Februari 2024.

Pengangguran menurut BPS adalah mereka yang berusia 15 tahun ke atas dan memiliki pekerjaan, tetapi sedang mencari pekerjaan; mempersiapkan usaha baru; sudah diterima bekerja/sudah siap berusaha tetapi belum mulai bekerja/berusaha; atau merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (putus asa).

Fenomena ini menjadikan Indonesia jadi negara dengan persentase jumlah pengangguran tertinggi di regional Asia Tenggara. Menurut data yang dikutip dari Trading Economics pada Selasa (12/8/2025), persentase jumlah pengangguran di Indonesia adalah sebesar 4,76 persen untuk periode Maret 2025. Adapun angka tersebut setara dengan lebih dari 7 juta orang yang menganggur. Tidak ada negara-negara lain di ASEAN yang punya persentase jumlah pengangguran lebih tinggi dari Indonesia.

Senada, IMF juga memproyeksikan tingkat pengangguran Indonesia mencapai 5,0 persen pada 2025, menjadikannya yang terbesar kedua di Asia. Indonesia hanya di bawah China yang diprediksi tetap di angka 5,1 persen. Proyeksi IMF menempatkan Indonesia di atas India (4,9 persen), Filipina (4,5 persen), dan sejumlah negara Asia lainnya yang memiliki tingkat pengangguran lebih rendah.

Data IMF sebelumnya mencatat tingkat pengangguran Indonesia sebesar 4,9 persen pada 2024. Angka itu diperkirakan naik menjadi 5 persen pada 2025 dan mencapai 5,1 persen pada 2026.

Padahal jika menilik misi Prabowo-Gibran dalam Asta Cita. Pemerintah secara khusus membahas mengenai lapangan kerja, kewirausahaan, dan industri kreatif.

"Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur," bunyi poin ketiga Asta Cita Prabowo-Gibran.

Lantas bagaimana keluh kesah Gen Z terhadap isu lapangan kerja dan pengangguran ini?

1. Pertanyakan keseriusan pemerintah atasi pengangguran dan serap lapangan kerja

Founder Perspektiv sekaligus eks Ketua DEMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Abid Al Akbar (dok. Istimewa)

Founder Perspektiv sekaligus eks Ketua DEMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Abid Al Akbar mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran dan lapangan kerja. Ia pun mempertanyakan janji Gibran yang sempat sesumbar akan buka 19 juta lapangan kerja bagi anak muda.

"Soal lapangan pekerjaan, pemerintah tidak pernah serius untuk menyerap lapangan pekerjaan. Narasi 'Indonesia Emas, Bonus Demografi' dan glorifikasi lainnya tidak akan membawa kebaikan tanpa penyelarasan kongkret dari pemerintah. Kita selalu bertanya kepada Wapres Gibran, 'Di mana lapangan pekerjaan itu, Pak Wapres?'," kata dia kepada IDN Times.

Sementara program MagangHub yang dibuat pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dianggap secara teknis masih banyak kejanggalan.

"Tanpa merendahkan profesi yang ada di negeri ini, banyak opsi magang untuk S1 justru untuk profesi yang tidak sesuai. Seperti menjadi tenaga cuci baju di laundry, juru masak, dan housekeeping, dan lain-lain yang tidak sesuai," tutur Abid.

2. Realita yang dihadapi banyak anak muda

Ilustrasi pengangguran dan PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Juru Bicara Angkatan Muda Peduli Hukum, Bilal Mumtazkilah juga menyampaikan keluhan serupa. Ia pesimis pemerintah bisa mewujudkan Asta Cita soal meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, dan mengembangkan industri kreatif.

Menurutnya, meski isu lapangan kerja dianggap yang paling dekat dengan anak muda, namun pemerintah masih belum berhasil menyelesaikan masalah pengangguran. Anak muda saat ini dibebankan dengan sulitnya cari pekerjaan.

"Ini poin yang paling terasa bagi kami generasi muda yakni lapangan pekerjaan. Keluhan soal sulitnya mencari pekerjaan yang berkualitas itu bukan sekadar isu, tapi realita yang dihadapi banyak lulusan baru," ujar Bilal.

3. Pekerja di Indonesia belum sejahtera, tapi jadi wirausaha sulit akses bantuan modal

ilustrasi wirausaha (pixabay.com/startupStockPhotos)

Sementara, Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Bandung, Bekti Eko Prasetyo menyoroti data BPS yang mencatat rata-rata upah buruh nasional hanya sekitar Rp3,09 juta per bulan. Angka ini masih jauh dari kata layak, apalagi kebutuhan hidup di kota besar. Ia mendorong agar pemerintah mampu meningkatkan kualitas dan kesejahteraan bagi para pekerja.

Sementara terkait dengan isu wirausaha di Indonesia, sebenarnya industri kreatif di kalangan anak muda semakin meningkat. Banyak mahasiswa dan fresh graduate yang mulai membangun usaha sendiri, mulai dari produk digital, kuliner, fashion, atau konten kreatif. Pemerintah juga sudah menyiapkan beberapa program dukungan seperti pelatihan, akses modal UMKM, hingga insentif pajak.

Kendati begitu, masih banyak pelaku wirausahawan muda yang masih kesulitan mengakses pendanaan atau jaringan pasar yang lebih luas.

"Artinya, kebijakan sudah ada, tapi perlu dikawal supaya dampaknya lebih terasa langsung di lapangan," ujar Bekti.

Editorial Team