Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Prabowo dan Wapres Gibran umumkan Wakil Menteri Negara Kabinet Merah Putih pada Minggu (20/10/2024). (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Presiden Prabowo dan Wapres Gibran umumkan Wakil Menteri Negara Kabinet Merah Putih pada Minggu (20/10/2024). (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Intinya sih...

  • Perlindungan perempuan bukan sekadar agenda kesetaraan

  • Ada pemangkasan anggaran dalam penanganan isu kekerasan perempuan dan anak

  • Perlindungan terhadap perempuan harus jadi prioritas lintas kebijakan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Presiden Prabowo Subianto masih dihadapkan pada isu kekerasan perempuan yang belum selesai di satu tahun pemerintahannya. Kepala Laboratorium Indonesia 2045 (Lab45), Jaleswari Pramodhawardani, menilai tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran harus menjadi momentum refleksi terhadap capaian dan tantangan nyata, terutama dalam melindungi kelompok rentan.

“Arah baru pemerintahan hanya dapat disebut berpihak pada rakyat jika keberpihakan itu dimulai dari perlindungan perempuan, yang suaranya kerap tidak didengarkan di ruang-ruang pengambilan keputusan,” ujar Jaleswari dalam keterangannya, Rabu (22/10/2025).

1. Perlindungan perempuan bukan sekadar agenda kesetaraan

Ilustrasi Kekerasan pada Perempuan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Ia menambahkan, perlindungan perempuan tidak sekadar bagian dari agenda kesetaraan, tetapi menjadi tolok ukur moral pemerintahan, yakni sejauh mana negara menjaga kehidupan kelompok paling rentan sebagai fondasi demokrasi.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), dari 1 Januari hingga 15 Oktober 2025 tercatat 15.852 korban perempuan di seluruh Indonesia. Kasus tertinggi terjadi di Jawa Barat, dengan dominasi kekerasan seksual yang mencapai 7.183 kasus. Ironisnya, sebagian besar kasus justru terjadi di kawasan perkotaan dan pusat pemerintahan di Pulau Jawa.

2. Ada pemangkasan anggaran dalam penanganan isu kekerasan perempuan dan anak

ilustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)

LAB45 menyoroti di tengah meningkatnya angka kekerasan, sejumlah Kementerian dan Lembaga (K/L) yang menangani isu perempuan dan anak justru mengalami pemangkasan anggaran. Kondisi ini berpotensi menghambat layanan perlindungan korban serta program pencegahan kekerasan berbasis komunitas.

Dalam Asta Cita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, pemerintahan Prabowo-Gibran sebenarnya telah menegaskan komitmen memperkuat kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas. Kesetaraan gender disebut sebagai strategi lintas sektor menuju Indonesia Emas 2045. Namun, tanpa penguatan anggaran dan koordinasi antar-lembaga, komitmen tersebut dikhawatirkan hanya akan menjadi jargon tanpa dampak nyata.

3. Perlindungan terhadap perempuan harus jadi prioritas lintas kebijakan

Ilustrasi kekerasan seksual (Foto: IDN Times)

Jaleswari menegaskan, pemerintah perlu menempatkan perlindungan perempuan sebagai prioritas lintas kebijakan. Isu kekerasan, kata dia, bukan hanya persoalan sosial, tetapi juga menyangkut stabilitas nasional dan keberlanjutan pembangunan.

“Perlindungan terhadap perempuan adalah investasi sosial. Negara tidak akan kuat jika setengah dari warganya hidup dalam ketakutan dan tidak terlindungi dari kekerasan,” ucap dia.

LAB 45 pun mendorong pemerintah untuk memperkuat ekosistem perlindungan perempuan dengan meningkatkan koordinasi antarinstansi, memperluas layanan berbasis komunitas, dan memastikan penegakan hukum yang sensitif gender. Di sisi lain, penting pula memperkuat peran masyarakat sipil dan media dalam mengawasi implementasi kebijakan agar isu kekerasan terhadap perempuan tidak tenggelam di balik agenda pembangunan ekonomi semata.

Editorial Team