Sejumlah penumpang melihar keluar dari balkon kapal pesiar Diamond Princess di Terminal Kapal Dermaga Daikoku di Yokohama, selatan Tokyo, Jepang, pada 19 Februari 2020. (ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Kyung-hoon)
Pemulangan WNI yang bekerja di Diamond Princess memiliki risiko lebih tinggi. Hal itu lantaran, kapal pesiar itu telah berubah menjadi episentrum baru. Perubahan situasi tersebut tak lepas dari sembrononya penanganan yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang di dalam kapal tersebut.
Oleh sebab itu, Kementerian Kesehatan memperlakukan puluhan WNI itu dalam status Pasien Dalam Penanganan (PDP). Penanganannya berbeda dengan ratusan WNI yang telah diboyong pulang dari Provinsi Hubei pada (1/2) lalu.
Menurut Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto, begitu tiba di Tanah Air, maka tim gabungan akan memeriksa ulang status kesehatan mereka. Proses karantina dilakukan di Pulau Sebaru Kecil dan durasinya lebih lama yakni 28 hari.
“Kita kemudian perlu memberikan perhatian khusus terhadap (kru Indonesia yang bekerja di) Diamond Princess. Ternyata kapal ini sudah menjadi episentrum baru yang analog dengan apa yang terjadi di Kota Wuhan. Artinya, orang yang berada di dalam itu sudah sangat-sangat mungkin ketularan. Kalau di Wuhan di Hubei khususnya kalau kita lihat maka kejadian confirmed COVID-19 ini hanya sekitar 5 persen dari populasi yang ada di situ. Tetapi di kapal ini angkanya sudah 15 persen, berarti sudah lebih harus harus diawasi,” ungkap pria yang akrab disapa Yuri itu ketika memberikan keterangan pers pada (21/2) lalu.
Ia juga mengatakan Kemenkes telah berencana membuat kelompok untuk 68 orang ABK Diamond Princess sesuai dengan situasi kesehatan masing-masing individu. Pemisahan ini dilakukan setelah Kemenkes mengetahui kondisi klinis terkini, riwayat sakit selama di kapal dan aktivitas setiap individunya.
“Kumpulkan siapa yang selama di kapal teman sekamarnya positif. Yang teman-teman sekamarnya positif kumpul sendiri. Siapa yang di dalam kapal yang teman sekamarnya gak ada yang positif kumpulin sendiri. Siapa yang di antaranya pernah sakit di dalam kapal walaupun bukan COVID, tidak ada tanda-tanda dan sebagainya sekalipun dalam pemeriksaannya negatif kumpulin sendiri,” tutur dia.
Hal ini bertujuan agar pihak Kemenkes dapat fokus memantau masing-masing klaster yang telah didasari dengan informasi klinlis maupun non klinis.