Bung Karno saksikan pameran batik karya Gotikswan di Istana Negara, 1962. Dok buku Hardjono Gotikswan. Foto diambil dari Buku "Batik Indonesia dan Sang Empu: Gotikswan Hardjono" (IDN Times/Uni Lubis)
Melansir dari laman jabarprov.go.id, Batik ternyata telah menjadi kebudayaan sejak zaman Majapahit seperti Mojokerto dan Yulung Agung. Dalam perkembangannya, batik Mojokerto dan Tulung Agung banyak dipengaruhi oleh batik Yogyakarta.
Bermula dari selama perang antara Belanda dan pasukan Diponegoro pada 1825, beberapa pasukan Kyai Mojo mundur ke daerah Majan. Budaya yang terbawa melalui mereka yang akhirnya menetap itu, menjadi sebab batik Kalangbret dari Mojokerto hampir sama rupanya dengan batik Yogyakarta.
Batik lantas terus berkembang termasuk pada zaman penyebaran Islam di Tanah Air. Seni batik di daerah Ponorogo, Jawa Timur ada kaitannya dengan perkembangan agama Islam di sana. Kala itu, seni batik masih terbatas hanya di dalam lingkungan keraton. Batik lantas keluar dari keraton dan menyebar ke Ponorogo setelah putri Keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan Basri dan dibawa ke Tegalsari beserta pengiring-pengiringnya.
Batik Ponorogo terus berkembang hingga zaman batik cap mulai dikenal. Itu adalah masa-masa setelah Perang Dunia Pertama. Batik dengan sistem cap diperkenalkan oleh orang Tiongkok bernama Kwee Seng dari Banyumas.