Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-09-26 at 16.12.06 (2).jpeg
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas),Yusril Ihza Mahendra di Gedung Kemenko Kumham Imipas, Jumat (26/9/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Intinya sih...

  • Menurut Yusril, persoalan penghasutan memiliki dinamika dalam hukum pidana Indonesia. Penghasutan baru bisa dipidana jika terbukti mempengaruhi orang lain hingga melakukan tindakan sesuai ajakan tersebut.

  • Yusril menilai kondisi era digital justru membuat pembuktian lebih mudah. Unggahan di media sosial bisa ditelusuri dampaknya, apakah benar memengaruhi pengikut untuk bertindak.

  • Yusril menekankan pentingnya percepatan proses hukum agar para tersangka tidak terlalu lama ditahan tanpa kepastian.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan ada 26 orang yang dijerat kasus pidana siber usai kerusuhan akhir Agustus termasuk Direktur Lokataru, Delpedro Marhaen.

"26 orang terkait dengan tindak pidana cyber melanggar pasal-pasal dari undang-undang informasi dan transaksi elektronik khususnya pasal 28 dan pasal 32 dari undang-undang ITE terkait dengan penghasutan," kata Yusril di Gedung Kemenkon Kumham Imipas, Jumat (26/9/2026).

1. Seseorang bisa dipidana hanya karena menghasut

Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS, Andri Yunus ketika memberikan keterangan pers di luar gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu, 17 September 2025. (IDN Times/Santi Dewi)

Menurut Yusril, persoalan penghasutan memiliki dinamika dalam hukum pidana Indonesia. Dahulu, penghasutan masuk kategori delik formil sebagaimana KUHP warisan Belanda. Artinya, seseorang bisa dipidana hanya karena menghasut, meskipun tidak ada orang yang tergerak melakukan apa yang dihasut.

Namun, Mahkamah Konstitusi telah mengubahnya menjadi delik materiil. Konsekuensinya, penghasutan baru bisa dipidana jika terbukti mempengaruhi orang lain hingga melakukan tindakan sesuai ajakan tersebut. Perubahan ini membuat pembuktian kasus penghasutan lebih sulit karena aparat harus membuktikan adanya dampak nyata.

2. Delpredo dikenakan pasal-pasal penghasutan

Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen (Instagram/Lokataru Foundation)

Meski begitu, Yusril menilai kondisi era digital justru membuat pembuktian lebih mudah. Unggahan di media sosial bisa ditelusuri dampaknya, apakah benar memengaruhi pengikut untuk bertindak.

Ia mencontohkan, seorang pengguna TikTok dengan jutaan pengikut bisa dikenakan pasal penghasutan jika terbukti kontennya mendorong audiens, misalnya pelajar SMP atau SMA, untuk melakukan aksi sebagaimana yang diajak dalam unggahan.

"Saya bilang sama Delpredo karena dikenakan pasal-pasal penghasutan berdasarkan undang-undang ITE, sekarang kan sudah pakai undang-undang hasil keputusan MK harus dibuktikan, apakah yang anda upload di media sosial yang pengikutnya orang itu, dan sebagian besar pengikutnya itu sudah diidentifikasi adalah anak-anak SMP dan SMA, harus dibuktikan apakah penghasutan yang dia lakukan itu menggerakkan anak-anak itu melakukan sesuatu seperti yang dia hasut atau tidak," ucapnya.

3. Percepatan proses hukum

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas),Yusril Ihza Mahendra di Gedung Kemenko Kumham Imipas, Jumat (26/9/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Yusril menekankan pentingnya percepatan proses hukum agar para tersangka tidak terlalu lama ditahan tanpa kepastian.

"Pesan saya supaya proses ini kita lakukan lebih cepat, ya lebih cepat akan lebih baik walaupun tidak mengurangi kehati-hatian kita, kecermatan kita dalam melakukan penyelidikan apalagi sampai pelimpahan perkara ke kejaksaan nantinya," ujarnya.

Editorial Team