Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Buku Fiksi Sejarah Indonesia, Latar Kolonialisme hingga Orba

ilustrasi membaca buku (Pexels.com/Rahul Shah)
Intinya sih...
  • Buku fiksi sejarah menjadi sarana menarik untuk mempelajari sejarah Indonesia.
  • Karya sastra mengangkat isu-isu sosial dan politik pada masa lalu dengan alur cerita yang menarik.
  • Buku-buku fiksi sejarah menghadirkan kisah-kisah yang memancing beragam emosi dan membuka mata tentang kondisi sosial saat itu.

Sejarah Indonesia mulai terlupakan oleh masyarakat saat ini, tetapi, adanya buku-buku fiksi sejarah yang ditulis oleh penulis-penulis hebat Indonesia menjadi sarana yang sangat menarik untuk mempelajari sejarah. Buku-buku ini mengemas sejarah Indonesia dengan alur cerita fiksional yang akan membuat pembaca penasaran untuk membaca setiap lembarnya.

Bukan hanya sebagai sarana untuk mempelajari sejarah, buku-buku ini juga seringkali digunakan untuk mengadvokasi isu-isu sosial. Berikut lima judul buku fiksi sejarah Indonesia yang wajib kamu baca untuk mengenali tanah air lebih mendalam. 

1. Bumi Manusia – Pramoedya Ananta Toer

buku Bumi Manusia (goodreads.com)

Buku pertama dari tetralogi Pulau Buru ini berlatar Indonesia pada masa kolonialisme Belanda. Menceritakan perjuangan Minke, seorang intelektual Indonesia yang memiliki darah priyayi dalam menghadapi diskriminasi dalam sistem pemerintahan kolonial.

Dari semangat optimisme Minke untuk meraih kesetaraan bagi pribumi membuat pembaca seolah ikut merasakan perasaan batin Minke. Beriringan dengan kisah romansa Minke dengan seorang keturunan Belanda, Annelies, dengan segala tantangan, perbedaan, dan berbagai penolakan yang membatasi cinta mereka. Sebuah karya sastra Indonesia yang apik dalam mengemas isu anti-kolonialisme.

2. Senja di Jakarta – Mochtar Lubis

buku Senja di Jakarta (gramedia.com)

Berlatar Jakarta tahun 50-an, buku ini menggambarkan keadaan sosial, politik, dan ekonomi Indonesia pada saat itu. Ditulis dengan berbagai sudut pandang, Mochtar Lubis menciptakan tokoh-tokohnya dari berbagai pandangan politik maupun berbagai kelas sosial yang membuat alur cerita buku ini menjadi sangat menarik

Konflik batin, perjuangan, dan kekecewaan yang dialami setiap tokohnya digambarkan dengan sangat detail dan berkesan. Buku yang pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris pada 1963 ini terasa tidak lekang oleh zaman. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang digambarkan di buku ini masih terasa sangat relevan dengan kondisi saat ini.

3. Ronggeng Dukuh Paruk – Ahmad Tohari

buku Ronggeng Dukuh Paruk (gramedia.com)

Tanpa adanya ronggeng, Dukuh Paruk seperti kehilangan nyawanya. Setelah ronggeng terakhir meninggal, Srintil, sang ronggeng baru akhirnya terpilih dan menghidupkan kembali nyawa Dukuh Paruk. Strintil yang berparas cantik dan menawan membuat semua orang ingin menghabiskan waktu dengan sang ronggeng baru. Kecantikan yang dimiliki Strintil ternyata tak sepenuhnya menyenangkan, perlaukan semena-mena sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Srintil. Meskipun semua orang ingin mendekati dan bersikap seenaknya kepada ronggeng cantik itu, Rasus tidak demikian. Pemuda pujaan hati sang ronggeng tampaknya berbeda dari semua laki-laki yang ditemui Srintil.

Ahmad Tohari merangkai kata demi kata dengan menakjubkan, membawa pembaca seolah ikut merasakan perasaan hati Srintil, seolah ikut berada di hiruk-pikuk Dukuh Paruk. Novel ini mengangkat berbagai persoalan manusia, dari tradisi hingga kesetaraan gender, yang diceritakan dengan sangat menarik.

4. Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam – Dian Purnomo

buku Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam (goodreads.com)

Magi Diela, seorang perempuan korban tradisi kawin tangkap, seperti halnya banyak perempuan lain di Sumba. Tradisi yang merenggut kebebasan perempuan untuk menentukan nasibnya sendiri. Kisah menyayat hati berisi perlawanan Magi untuk memperjuangkan hak dan kebebasan dirinya atas tradisi yang mengekangnya dan membuat perempuan merasa seperti barang yang bisa diperjualbelikan.

Lembar demi lembar buku ini berisi kisah hidup yang berisi keberanian, pengorbanan, perlawanan yang memancing beragam emosi. Buku ini membuat kita lebih membuka mata, bahwa di Indonesia, masih banyak terjadi penindasan terhadap kaum perempuan melalui ritual adat yang diwariskan secara turun-temurun.

5. Pulang – Leila S. Chudori

buku Pulang (gramedia.com)

Dimas Suryo adalah seorang eksil politik di Paris. Wartawan redaksi kantor Berita Nasional tersebut dilarang kembali ke tanah air pada tahun 1965 setelah pergi menggantikan Hananto, rekannya, untuk menghadiri Konferensi Pers di Cile dan kemudian berakhir di Prancis, karena dianggap bersinggungan dengan golongan "kiri".

Semangat Dimas Suryo dan para rekannya untuk mendapatkan kembali hak-haknya, cintanya kepada Vivienne Deveraux, perempuan Prancis yang ditemuinya di Universitas Sorbonne, dan perjalanan Lintang Utara Suryo untuk mempelajari tanah kelahiran ayahnya membuat buku ini sangat patut untuk dibaca.

Kelima buku fiksi sejarah Indonesia di atas bisa dijadikan 'jembatan' bagi kalian yang ingin mengenal sejarah tanah air dengan cara menarik. Dari kelima buku fiksi sejarah Indonesia di atas, mana yang menarik minat bacamu?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us