5 Fakta Kasus Pernikahan Anak SMP di Lombok Tengah

- Upaya pernikahan anak digagalkan dua kali oleh aparat desa pada April lalu
- Pasangan tersebut sempat kembali melakukan kawin lari seminggu setelahnya, meski akhirnya dapat dilerai
Jakarta, IDN Times – Kasus pernikahan anak di bawah umur di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial. Sebuah video yang memperlihatkan dua orang remaja berusia 15 dan 17 tahun menjalani Nyongkolan atau prosesi adat Lombok menyebar luas dan memicu reaksi dari berbagai kalangan.
Menurut informasi yang diterima oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, mempelai pengantin perempuan (SY) berasal dari Desa Beraim Kecamatan Praya Tengah, sedangkan mempelai laki-laki (SR) dari Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur Lombok Tengah.
Meskipun aparat desa sempat berupaya mencegah pernikahan tersebut, upaya itu tidak berhasil. Bahkan, LPA Kota Mataram kini telah melaporkan kasus tersebut ke kepolisian. Fenomena ini membuka kembali diskusi serius tentang praktik pernikahan dini yang masih terjadi di Indonesia.
Berikut adalah lima fakta kasus pernikahan anak SMP di Lombok Tengah!
1. Aparat desa gagal cegah pernikahan

Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi, mengatakan, saat perkawinan anak sudah terjadi, aparat desa seperti kepala desa dan kepala dusun setempat telah berupaya mencegah dan melarang dilakukannya prosesi Nyongkolan. Namun, kedua orangtua mempelai keukeuh melakukan prosesi tersebut.
“Sudah, makanya tadi sudah ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa setempat, untuk kemudian mencegah terjadinya perkawinan anak ini. Bahkan, setelah adanya perkawinan anak, dari aparat desa sudah melarang untuk tidak melakukan Nyongkolan,” ujar Joko.
2. Kedua anak sempat kawin lari

Upaya pernikahan anak SMP ini telah coba dicegah dua kali oleh aparat desa pada April lalu. Namun pasangan tersebut sempat kembali melakukan kawin lari seminggu setelahnya, meski akhirnya dapat dilerai.
“April itu sudah ada upaya pernikahan, tetapi saat itu dipisahkan. Kemudian selang satu minggu setelahnya lagi ada upaya pernikahan lagi. Sampai terakhir di bulan Mei ini ada pernikahan,” kata Joko.
“Dua kali itu sudah dicegah oleh aparat desa tetapi untuk ketiga kalinya ngotot tak bisa dicegah lagi. Kedua desa sudah berusaha mencegah,” tambah dia.
3. Orangtua dan penghulu jadi terlapor

LPA Kota Mataram resmi melaporkan kasus pernikahan anak ini ke Polres Lombok Tengah pada Sabtu (24/5/2025). Ia menegaskan, kasus seperti ini harus menjadi peringatan bahwa perkawinan anak merupakan tindak pidana yang dapat dikenai hukuman sampai 9 tahun penjara.
Joko mengatakan, laporan yang diajukan meliputi seluruh pihak yang terlibat dalam prosesi akad nikah dua anak tersebut, termasuk kedua orangtua dan penghulu yang menikahkan mereka.
"Sehingga yang kita soroti adalah orangtua. Ada upaya yang dilakukan oleh Kades, Kadus, Bhabinkamtibmas, Babinsa untuk mencegah terjadinya perkawinan anak ini. Tetapi akhirnya, mereka (orangtua) tetap ngotot melakukan perkawinan anak,” kata Joko.
4. LPA Kota Mataram khawatir viralnya video pengaruhi anak-anak

Joko menjelaskan, LPA Kota Mataram melaporkan kasus ini ke Polres Lombok karena adanya kekhawatiran dampaknya terhadap stabilitas sosial. Selain itu viralnya video pernikahan anak di Lombok Tengah dikhawatirkan bisa memengaruhi anak-anak di wilayah lain di NTB.
Ia berharap laporan ini bisa menjadi pelajaran supaya kejadian serupa tidak terjadi di daerah lain. Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram menyebut bahwa kasus serupa pernah terjadi di wilayah Lombok Barat dan kini tengah disidangkan di pengadilan, dengan kedua mempelai laki-laki serta perempuan sebagai terdakwa.
5. Rehabilitasi anak disarankan

Joko menekankan pentingnya pemulihan bagi kedua anak yang telah menikah, melalui pembinaan yang melibatkan lembaga layanan terkait. Ia juga menyarankan agar kedua anak tersebut menjalani proses rehabilitasi.
“Tapi saya usulkan kalau memang anaknya diamankan untuk dilakukan rehabilitasi kepada keduanya. Pelaporan ini bagian dari edukasi kepada masyarakat bahwa perkawinan anak ini ada pasalnya. Itu perbuatan yang dilarang UU TPKS,” kata dia.