5 Kontroversi Penunjukan Pejabat oleh Presiden Jokowi Sepanjang 2015

Masyarakat Indonesia telah berharap banyak kepada Jokowi yang ditunjuk secara resmi menjadi Presiden pada 20 Oktober 2014 lalu. Dalam hal ini masyarakat berharap Jokowi akan bisa menjalankan amanahnya dengan baik. Selain itu, Jokowi juga diminta tidak menjalankan politik bagi-bagi kursi jabatan kepada orang-orang terdekat. Sayangnya, hal tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Karena sejumlah penunjukan pejabat yang dilakukan oleh Jokowi ternyata masih penuh dengan nuansa kontroversi.
Secara mencolok, Jokowi dianggap memberikan posisi kursi jabatan kepada orang-orang dekat. Berikut adalah daftar kontroversi pejabat pilihan Jokowi di tahun 2015.
1. Tim sukses dan “Orang Partai” ditunjuk sebagai Komisaris BUMN.
Jokowi memulai kejutan barunya pada awal tahun 2015 dengan menunjuk Diaz Hendropriyono sebagai komisaris PT Telkomsel. Pria yang merupakan mantan Kepala Badan Intelijen Negara Hendropriyono ini sebelumnya dikenal sebagai salah satu tokoh tim sukses yang menggerakkan relawan Jokowi selama Pilpres 2014.
Tidak hanya itu saja, nuansa penunjukan tim sukses yang menjabat sebagai komisaris BUMN berlanjut ketika Jokowi menunjuk beberapa nama lainnya, yakni Iman Sugema sebagai komisaris PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau Hilmar Farid sebagai komisaris PT Krakatau Steel.
Ditambah lagi, nama-nama lain yang ditunjuk Jokowi sebagai komisaris BUMN juga menuai kontroversi. Karena mereka dianggap "orang partai" yang berasal dari kubu PDI-P, nama-nama tersebut antara lain adalah Roy Maningkas sebagai komisaris PT Krakatau Steel dan kader Patanahari Siahaan sebagai Komisaris Independen BNI.
2. Pemilihan Dubes kontroversial oleh Jokowi.
Tahun 2015, Presiden Jokowi menunjuk 33 nama calon duta besar untuk mengikuti uji kelayakan di DPR. Hal ini langsung menuai kritik dari sejumlah kalangan. Pasalnya sejumlah nama pilihan Jokowi tersebut dianggap tidak layak untuk menjadi 'wajah diplomasi Indonesia' di luar negeri. Apalagi ada sejumlah nama yang dianggap tidak memiliki kemampuan mumpuni sebagai diplomat, melainkan dipilih karena dekat dengan sang Presiden atau ada unsur "bagi-bagi jabatan" untuk kader partai. Nama-nama tersebut antara lain adalah politisi PDI-P Helmy Fauzi yang ditunjuk jadi Dubes Republik Arab Mesir, politisi PDI-P Alexander Litaay sebagai Dubes untuk Republik Kroasia, pelukis Sri Astari Rasjid sebagai Dubes untuk Republik Bulgaria, dan Rizal Sukma sebagai Dubes untuk Kerajaan Inggris, Republik Irlandia, dan International Maritime Organization.
3. Belum genap setahun memimpin, Jokowi sudah melakukan reshuffle.
Padahal belum setahun Jokowi memimpin Kabinet Kerja, tiba-tiba dia melakukan perombakan kabinet pada Agustus 2015. Jokowi mengganti tiga dari empat menteri koordinator, yakni Tedjo Edhy Purdijatno dicopot dari Menko Polhukam dan diganti Luhut Binsar Pandjaitan. Menko Perekonomian yang sebelumnya dijabat Sofyan Djalil diganti dengan Darmin Nasution. Adapun Rizal Ramli menggantikan Indroyono Soesilo sebagai Menko Kemaritiman. Tetapi, Puan Maharani tidak tersentuh sama sekali dan tetap menjabat sebagai Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. PDI-P menilai prestasi Puan jadi alasan dia tidak digeser sebagai Menko.
4. Srikandi penentu pimpinan KPK.
Jokowi menciptakan kebijakan yang dianggap bersejarah ketika menunjuk sembilan perempuan sebagai Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Perempuan-perempuan yang ditunjuk Jokowi pun bukan orang sembarangan, melainkan nama yang mumpuni di berbagai bidang. Ekonom Destry Damayanti ditunjuk sebagai ketua. Dosen Hukum Tata Negara UGM Eny Nurbaningsih ditunjuk sebagai wakil ketua. Selain itu ada juga beberapa nama yang menjadi anggota, di antaranya adalah ahli hukum UI Harkristuti Harkrisnowo, ahli tata kelola pemerintahan Natalia Subagyo, Dosen FH UI Yenti Garnasih, dan petinggi IBM Indonesia Betti Alisjahbana.
5. Kegaduhan masalah Budi Gunawan.
Kontroversi ini bermula ketika Jokowi mengajukan nama Budi Gunawan sebagai Kapolri untuk menggantikan Jenderal (Pol) Sutarman. Penunjukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri merupakan kebijakan kontroversial Jokowi ini sukses menimbulkan kegaduhan dan polemik berkepanjangan sejak Januari 2015. Padahal, KPK telah menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan gratifikasi dan korupsi. DPR yang menerima pengajuan itu kemudian segera menyetujui Budi Gunawan sebagai Kapolri. Namun, persetujuan DPR tidak otomatis menjadikan Budi Gunawan sebagai Kapolri karena banyaknya penolakan dari masyarakat. Atas alasan itulah Jokowi kemudian menunjuk Jenderal (Pol) Badrodin Haiti sebagai Kapolri.