Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
HUT RI di Monas
Warga di Monas Bersikap Sempurna saat Pengibaran Bendera HUT 80 RI (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya sih...

  • Perlu komitmen untuk percepat upaya penanganan kekerasan perempuan

  • Gerakan perempuan dan kontribusinya pada pemajuan HAM

  • Persoalan perempuan seperti situasi konflik di Papua masih dihadapi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan mengungkapkan, delapan dekade Indonesia merdeka menjadi momen penting merefleksikan kemajuan bangsa, dalam merawat kemerdekaan, memperkuat persatuan, menjaga kedaulatan, serta menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Hal itu adalah sebagai bagian dari kontribusi negara dalam memajukan martabat perempuan.

"Oleh karena itu, berbagai kemajuan dalam tata kelola kebangsaan dan upaya meningkatkan partisipasi perempuan demi kesejahteraan, serta perdamaian perlu senantiasa mendengar suara dan pengalaman perempuan,” Kata Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor dalam keterangannya, dikutip Selasa (19/8/2025).

1. Butuh komitmen untuk percepat upaya penanganan kekerasan perempuan

Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Maria Ulfa menjelaskan delapan puluh tahun Indonesia merdeka, melihat kompleksitas berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, butuh komitmen untuk mempercepat upaya pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban secara sistemik.

"Negara, terutama pemerintah, harus lebih serius dalam menjalankan komitmen ini,” katanya.

2. Gerakan perempuan dan kontribusinya pada pemajuan HAM

Ilustrasi kekerasan perempuan dan anak (IDN Times)

Gerakan perempuan berperan penting dalam pemajuan HAM dan demokrasi di Indonesia, serta dalam berbagai sektor pembangunan, mulai dari politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kesehatan, pertanian, perikanan, lingkungan hidup, teknologi, hingga kebijakan publik.

Peran dan kontribusi itu, menurut Komnas Perempuan, harus jadi perhatian para pemangku kebijakan di tingkat nasional maupun daerah agar isu-isu kebangsaan dipahami dengan perspektif perempuan.

“Di balik kemerdekaan, persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan belum sepenuhnya terselesaikan, antara lain kekerasan dan diskriminasi, pemiskinan, pelanggaran HAM, intoleransi, serta keterbatasan akses dan keadilan hukum,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Daden Sukendar.

3. Persoalan perempuan seperti situasi konflik

AJI Denpasar kampanye akhiri kekerasan perempuan. (IDN Times/Yuko Utami)

Meski demikian, Komisioner Komnas Perempuan Chatarina Pancer mengatakan, persoalan lain yang masih dihadapi perempuan antara lain situasi konflik di Papua yang berdampak langsung pada kehidupan perempuan.

Data Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan menunjukkan, sepanjang 2015–2024 terdapat 2.705.210 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBGtP).

"Kasus-kasus ini belum secara optimal mendapat penyikapan, penanganan, maupun pemulihan bagi perempuan korban," ujarnya.

4. Kebijakan publik yang membuat rentan perempuan

ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, masih ada kebijakan publik yang berpotensi meningkatkan kerentanan perempuan. Misalnya, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen yang berdampak pada lonjakan harga kebutuhan pokok.

Kebijakan pembangunan dalam sejumlah Proyek Strategis Nasional yang dilaksanakan sejak 2016 hingga kini juga menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia dan merusak sumber daya alam, yang memicu bencana alam, konflik sosial, penggusuran, hingga kriminalisasi.

Dalam jangka panjang, hal ini dapat memicu ancaman krisis pangan, energi, ekonomi, dan semakin mengancam kesejahteraan perempuan.

Topics

Editorial Team