Dita: Ya, kami ingin realistis saja, apalagi regulasinya sudah ada, bahwa upah minimum sudah ada, karena upah minimum itu ditandatangani oleh kepala daerah, Pak Ganjar waktu itu menjadi Gubernur Jawa Tengah, Pak Anies Gubernur DKI Jakarta. Berlakukan saja regulasi yang sudah ada, pada seluruh profesi serta jaminannya, itu lebih realistis, baru kemudian jika kita melihat ada peningkatan kompetensi, ada kebutuhan apresiasi lebih, mungkin karena mereka dinas di Papua, di NTT, ada apresiasi ada tunjangan tambahan, wajib. Tapi, yang realistis saja dulu pergunakan regulasi yang ada, untuk memberikan standar.
Anies-Cak Imin menggagas dana desa Rp5 miliar, gimana?
Kita menghadapi masalah ketahanan pangan, sementara masyarakat di desa itu sekitar 135-137 juta bermukim di desa, itu besar. Di desa, atau di antar desa, ktia melihat harusnya bisa menjadi lumbung pangan, lumbung protein, perkebunan, kehutanan yang bisa membantu kita mengatasi ketahanan pangan, kalau kita fokus di desa, fokus pada sektor yang dibutuhkan masyarakat. Itu yang pertama.
Kedua, desa itu relatif pada umumnya sifatnya komunal, orang saling mengenal satu sama lain, keputusan penggunaan dana desa itu diputuskan secara musyawarah desa, yang diikuti oleh perangkat desa diwakili oleh perwakilan warga. Artinya, transparansi itu bisa lebih terjaga, dana dari Kementerian Keuangan itu tidak mampir di provinsi, di bupati, tidak mampir di mana-mana, bisa langsung jatuh ke sana (desa), artinya potensi penyelewengan itu bisa lebih kecil. Karena selain langsung juga warga desa bisa langsung mengawasi karena lokasinya kecil.
Ketiga, di desa, SDM itu kaum muda di desa itu jumlahnya besar, cuma memang mereka tidak terfasilitasi, karena peluang kerja sedikit, pertanian tidak menjanjikan, pergilah mereka ke kota, ke luar negeri, kita kehilangan sumber daya produktif. Maka, kalau ini tidak dicegah, diberi pelatihan lah di situ, diberikan UMKM, ada perusahaan sekitar situ, korporasi harus terlibat, kalau pun mereka ada keterbatasan serapan tenaga kerja atau keterbatasan kompetensi, mereka bisa jadi supply chain dari kebutuhan perusahaan. Jadi, perusahaan butuh apa, yang bisa dioutsource ke masyarakat desa, dia outsource, biar warga yang mengerjakan order dari perusahaan untuk barang-barang yang dibutuhkan
Soal dana desa Rp5 miliar, apaah itu mungkin? Ya mungkin, wong ketika 2014 Undang-Undang Desa disahkan, itu anggaran desa itu sekitar Rp250 juta per desa, itu sekarang sudah Rp1,1 miliar, tahun ini jadi Rp1,3 miliar, DPR sudah setuju menjadi Rp2 miliar. Artinya, dalam waktu dalam waktu kurun 2 tahun, terjadi peningkatan cukup signifikan. Rp5 miliar juga bertahap, itu bukan flat, kalau kategori desanya sudah masuk kategori desa mandiri yang jumlahnya sudah besar, desa mandiri itu sekitar 11.400 desa, ya mereka alokasi anggarannya lebih kecil. Kalau desanya masih berkembang atau miskin, tentu lebih besar, juga populasinya. Kalau populasinya lebih kecil gak perlu dikasih dana full.