Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ahli Epidemiologi: Gelombang Kedua COVID-19 Bisa Terjadi di Indonesia

Petugas gabungan dari Kepolisian dan Dinas Perhubungan memberi pengarahan khusunya pengendara yang tidak memakai masker di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (10/4/20120). Mulai hari ini (Jum'at) Provinsi DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk kendaraan umum dan pribadi. (IDN Times/Herka Yanis)
Petugas gabungan dari Kepolisian dan Dinas Perhubungan memberi pengarahan khusunya pengendara yang tidak memakai masker di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (10/4/20120). Mulai hari ini (Jum'at) Provinsi DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk kendaraan umum dan pribadi. (IDN Times/Herka Yanis)

Jakarta, IDN Times - World Health Organization (WHO) telah memperingatkan tentang adanya gelombang kedua virus corona atau COVID-19. WHO meminta kepada negara-negara yang sudah melonggarkan lockdown atau karantina wilayah untuk berhati-hati.

Menanggapi adanya gelombang kedua, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, meyakini bahwa gelombang kedua virus corona atau COVID-19 tak akan terjadi di Indonesia. Menurutnya, gelombang dua akan terjadi di wilayah-wilayah yang tak menerapkan protokol kesehatan COVID-19.

Berbeda dengan Wiku, ahli epidemiologi dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman justru menilai adanya potensi gelombang kedua di Indonesia. Ia mengatakan potensi gelombang kedua bisa saja terjadi karena melihat kebijakan penanganan COVID-19 yang dilakukan pemerintah tak tegas.

1. Dalam mencegah gelombang kedua, harus ada penanganan ketat dari pemerintah

Rapat Terbatas Presiden Joko Widodo dengan Menteri Kabinet Indonesia Maju (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)
Rapat Terbatas Presiden Joko Widodo dengan Menteri Kabinet Indonesia Maju (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Dicky menjelaskan, potensi adanya gelombang kedua COVID-19 di Indonesia besar terjadi. Dalam mencegah gelombang kedua, harus ada penanganan yang ketat dari pemerintah. Namun, melihat kebijakan pemerintah yang tak tegas saat ini, justru berpotensi besar tidak bisa mencegah gelombang kedua.

"Potensinya besar. Mencegah gelombang kedua harus dilakukan intervensi seperti kewajiban masker untuk semua penduduk (80 persen minimal) aturan ketat jaga jarak dan keramaian," kata Dicky saat dihubungi IDN Times, Jumat (15/4).

Selain itu, lanjut dia, deteksi dini dengan melakukan tes COVID-19 yang masif juga menjadi salah satu cara mencegah datangnya gelombang kedua.

"Deteksi dini kasus dengan testing yang masif dan cepat, tracing pada 80 persen kasus, isolasi terpusat, klinik demam di tiap puskesmas atau RS, pengetatan pintu masuk negara, dan lain-lain," ujar Dicky.

2. Puncak gelombang satu belum terlihat, strategi pengendalian harus ditingkatkan lagi

Tes asam nukleat untuk COVID-19 setelah masa karantina dihentikan di Wuhan, Tiongkok, pada 13 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Tes asam nukleat untuk COVID-19 setelah masa karantina dihentikan di Wuhan, Tiongkok, pada 13 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song

Dicky menyebut belum bisa dideteksi kapan gelombang dua terjadi di Indonesia. Sebab, puncak gelombang satu saja belum terlihat.

"Kecenderungan di Indonesia, tiap pulau akan punya waktu kurva berbeda. Strategi pengendalian pandemik kita masih harus ditingkatkan secara masif agresif," ucap dia.

3. PSBB dinilai strategi nasional yang belum jelas

Kondisi Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada hari kedua pemberlakuan PSBB Jakarta, Sabtu (11/2).  (Twitter TMC Polda Metro Jaya)
Kondisi Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada hari kedua pemberlakuan PSBB Jakarta, Sabtu (11/2). (Twitter TMC Polda Metro Jaya)

Menurut Dicky, strategi pengendalian yang dijalankan pemerintah belum terlalu jelas. Sementara, untuk mitigasi gelombang satu dan dua kuncinya ada di strategi jangka pendek, menengah, dan panjang di setiap negara.

"Ini yang harus diperjelas. Saat ini posisi PSBB dalam strategi nasional seperti apa, kan belum jelas," kata Dicky.

4. Masih banyak PR yang harus dikerjakan pemerintah sebelum lakukan pelonggaran PSBB

Dok. Biro Pers Kepresidenan
Dok. Biro Pers Kepresidenan

Menyoal rencana pelonggaran PSBB yang dilakukan pemerintah, Dicky menyebut bahwa pelonggaran harus disertai pengetatan aturan social dan physical distancing, serta penguatan program testing, tracing, dan isolasinya.

"Dari sekian kriteria ini saja kita sudah melihat masih banyak PR yang harus kita kerjakan," ungkapnya.

5. Pemerintah yakin tak akan ada gelombang kedua di Indonesia

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito (YouTube.com/BNPB Indonesia)
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito (YouTube.com/BNPB Indonesia)

Sebelumnya, Wiku Adisasmito, meyakini bahwa gelombang kedua virus corona atau COVID-19 tak akan terjadi di Indonesia. Meski meyakini gelombang kedua tak akan terjadi di Indonesia, namun Wiku mengatakan masyarakat harus bersiap dengan kemungkinan itu. Oleh karena itu, Wiku berpesan agar masyarakat tetap menjalankan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah.

"Gelombang kedua nasional seharusnya tidak terjadi. Tetapi kita harus siap untuk itu setiap saat. Akan ada kemungkinan gelombang kedua jika warga negara kita tidak mengikuti saran pemerintah," kata Wiku dalam keterangan persnya di channel YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (14/5).

Menurut Wiku, disiplin mengikuti protokol kesehatan menjadi salah satu kunci agar tidak terjadi gelombang kedua. Meski begitu, ia mengatakan pemerintah akan terus memantau perkembangan di wilayah-wilayah.

"Gelombang kedua hanya dapat terjadi di daerah, di mana orang tidak memberlakukan rekomendasi kesehatan," ucap dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Isidorus Rio Turangga Budi Satria
EditorIsidorus Rio Turangga Budi Satria
Follow Us