Kisah Museum BI, Tempat Meriam Raksasa Pengadang Sultan Agung

Tempat ini pernah menjadi lokasi meriam raksasa

Jakarta, IDN Times - Berada di kawasan Kota Tua, Museum Bank Indonesia menjadi salah satu bangunan yang menyimpan banyak cerita. Berbagai kisah menyertai bangunan khas peninggalan Belanda ini, seiring fungsinya yang terus berganti-ganti. 

Gedung yang terletak di Jalan Pintu Besar Utara No.3 Jakarta Barat ini dibangun pada 1828. Gedung ini dibangun sebagai kantor De Javasche Bank. Karena usianya yang sudah 100 tahun, gedung ini mempunyai nilai sejarah tinggi yang terancam rusak jika tidak dimanfaatkan dan dilestarikan.

Di gedung yang sekarang telah ditetapkan sebagai cagar budaya ini, tersimpan berbagai benda dan dokumen bersejarah yang harus terus dirawat. Berikut 4 cerita tentang lokasi Museum Bank Indonesia (BI) yang sayang kamu lewatkan.

1. Gereja Protestan di tahun 1625

Kisah Museum BI, Tempat Meriam Raksasa Pengadang Sultan AgungIDN Times/Reza Iqbal

Jauh sebelum gedung De Javasche Bank berdiri, pada 1625, di lokasi Museum Bank Indonesia ini berdiri sebuah gereja sederhana. Secara khusus, gereja tersebut diperuntukkan bagi umat Protestan. Tapi, Gereja Protestan itu hanya berdiri selama 3 tahun. Pada 1628, gereja sederhana itu dibongkar dan dialihfungsikan menjadi tempat meriam raksasa. 

Meriam raksasa tersebut digunakan untuk mengantisipasi Sultan Agung dan pasukannya yang datang ke Batavia. Langkah tersebut diambil karena pada saat itu Sultan Agung membawa puluhan ribu tentaranya. 

2. Berubah menjadi Binnenhospital

Kisah Museum BI, Tempat Meriam Raksasa Pengadang Sultan AgungIDN Times/Reza Iqbal

Pada awal abad 18, di lokasi ini didirikan sebuah bangunan yang berfungsi sebagai rumah sakit. Rumah sakit tersebut dikenal sebagai Binnenhospital. Beroperasi sampai 1780, Binnenhospital akhirnya dipindahkan ke Weltevreden (Weltevreden berlokasi di Sawah Besar, Jakarta Pusat).

Pada tahun 1801, bangunan Binnenhospital akhirnya dijual ke firma dagang bernama Mac Quoid Davidson & Co. Beberapa tahun kemudian, bangunan tersebut beralih tangan ke pihak De Javasche Bank (DJB).

3. De Javasche Bank (DJB)

Kisah Museum BI, Tempat Meriam Raksasa Pengadang Sultan AgungIDN Times/Reza Iqbal

Pada 1828 dibangun sebuah gedung yang diberi nama De Javasche Bank (DJB). Tempat tersebut berguna sebagai bank sirkulasi milik Hindia Belanda. 

Kemudian pada awal abad ke-20, bangunan ini dirombak total. Eduard Cuypers adalah arsitek Belanda yang mendesain bangunan baru itu. Seperti dikutip dari sejarahlengkap.com, Cuypers memasukkan nuansa asli Indonesia. Bangunan tersebut selesai pada 1909 dengan kombinasi arsitektur Neo-Renaisans dan ornamen ala Jawa.

Dikutip dari histma.fib.ugm.ac.id, di masa Hindia Belanda, De Javasche Bank (DJB) berfungsi sebagai bank sirkulasi. Bank Sirkulasi merupakan bank yang mengatur sistem moneter, dan menerbitkan mata uang bagi Hindia-Belanda.  

4. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia

Kisah Museum BI, Tempat Meriam Raksasa Pengadang Sultan Agung

Kemudian pada 15 Desember 1951 menjadi awal dari nasionalisasi De Javasche Bank (DJB). Pembelian saham dilakukan untuk mendukung pengalihan DJB ke tangan Indonesia.  

Dengan diberlakukannya UU Pokok Bank Indonesia pada 1 Juli 1953, serta disahkan dalam Lembaran Negara No. 40 Tahun 1953 tanggal 2 Juni 1953, De Javasche Bank (DJB) resmi dinasionalisasikan menjadi milik Indonesia. 

Peresmian tersebut membuat De Javasche Bank (DJB) berganti nama menjadi Bank Indonesia. Bank Indonesia dipimpin oleh presiden pertamanya yaitu Syafruddin Prawiranegara. 

Pada 2006, bangunan ini beralih fungsi menjadi museum. Museum Bank Indonesia dipersembahkan untuk masyarakat umum. Hal ini untuk membagi informasi sejarah tentang per-bank-an Indonesia kepada masyarakat luas. 

Baca Juga: Wisata Museum Bank Indonesia: Lokasi dan Harga Tiketnya

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya