Keren! UGM Kembangkan Sistem Pendeteksi Dini Sebelum Terjadi Gempa

Sistem tersebut sudah terbukti bisa mendeteksi gempa

Jakarta, IDN Times - Tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan sistem pendeteksi dini gempa, yang mampu memprediksi satu sampai tiga hari sebelum terjadi gempa. Pengembangan tersebut berguna untuk sistem peringatan dini bencana.

"Early warning system (EWS) gempa alogaritma yang kami kembangkan bisa tahu satu sampai tiga hari sebelum gempa. Jika gempa besar di atas 6 SR sekitar dua minggu sebelumnya alat ini sudah mulai memberikan peringatan," kata Ketua Tim Riset Laboratorium Sistem Sensor dan Telekontrol Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM Profesor Sunarno seperti dikutip dari ANTARA, Senin (28/9/2020).

Baca Juga: Ada Potensi Gempa Besar di Pulau Jawa, BMKG: Gerak Lempeng Cukup Aktif

1. Sistem tersebut fokus pada konsentrasi gas radon dan level air tanah

Keren! UGM Kembangkan Sistem Pendeteksi Dini Sebelum Terjadi Gempa(IDN Times/Arief Rahmat)

Sunarno menjelaskan, sistem peringatan dini gempa yang sedang dikembangkan fokus pada perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah. Menurut dia, sesaat sebelum terjadi gempa di lempengan, akan muncul fenomena paparan gas radon alam dari tanah yang meningkat signifikan. Permukaan air tanah juga naik turun secara signifikan.

"Dua informasi ini dideteksi oleh alat EWS dan akan segera mengirim informasi ke handphone saya dan tim. Selama ini informasi sudah bisa didapat dua atau tiga hari sebelum terjadi gempa di antara Aceh hingga NTT," kata dia.

Sunarno menyebutkan, sistem yang dikembangkan terdiri dari alat EWS yang tersusun dari sejumlah komponen seperti detektor perubahan level air tanah dan gas radon, pengkondisi sinyal, kontroler, penyimpan data, serta sumber daya listrik.

"Lalu, memanfaatkan teknologi internet of thing (IoT) di dalamnya," kata dia.

2. Sistem deteksi dini gempa sudah terbukti mampu mendeteksi terjadinya gempa

Keren! UGM Kembangkan Sistem Pendeteksi Dini Sebelum Terjadi GempaIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada 2018, Sunarno bersama tim telah meneliti konsentrasi gas radon dan level air tanah sebelum terjadinya gempa bumi. Pengamatan yang telah dilakukan kemudian dikembangkan, sehingga dirumuskan dalam suatu algoritma prediksi sistem peringatan dini gempa bumi.

Sunarno menuturkan sistem ini terbukti mampu memprediksi terjadinya gempa bumi di Barat Bengkulu M5,2 (28 Agustus 2020), Barat Daya Sumur-Banten M5,3 (26 Agustus 2020), Barat Daya Bengkulu M5,1 (29 Agustus 2020), Barat Daya Sinabang Aceh M5,0 (1 September 2020), Barat Daya Pacitan M5,1 (10 September 2020), Tenggara Naganraya-Aceh M5,4 (14 September 2020), dan lainnya.

Ia mengatakan sistem peringatan dini gempa tersebut telah digunakan untuk memprediksi gempa. Ada lima stasiun pantau atau EWS yang tersebar di Yogyakarta yang dalam setiap lima detik mengirim data ke server melalui IoT.

"Lima stasiun EWS ini masih di sekitar DIY. Jika seandainya terpasang di antara Aceh hingga NTT kita dapat memperkirakan secara lebih baik, yakni dapat memprediksi lokasi lebih tepat atau fokus," ujar Sunarno. 

3. Pengembangan sistem deteksi untuk kesiapsiagaan dapat mengurangi risiko bencana

Keren! UGM Kembangkan Sistem Pendeteksi Dini Sebelum Terjadi Gempa(IDN Times/Arief Rahmat)

Sunarno menyebutkan sistem deteksi dini gempa ini dikembangkan untuk kesiapsiagaan masyarakat, aparat, dan akademisi dalam mengurangi risiko bencana. Sebab, posisi Indonesia yang berada di tiga lempeng tektonik dunia menjadikan rentan terjadi gempa bumi.

Misalnya saja, sepanjang 2019 telah terjadi 11.473 gempa bumi, di mana aktivitas gempa signifikan dengan magnitudo di atas 5,0 terjadi sebanyak 344 kali. Sedangkan gempa kecil dengan kekuatan kurang dari magnitudo 5,0 terjadi sebanyak 11.229 kali. 

"Gempa-gempa tersebut tak hanya menyebabkan ratusan korban luka, tetapi juga merusak ribuan bangunan tempat tinggal dan fasilitas umum," tutur Sunarno.

Baca Juga: LIPI: Gempa dan Tsunami Raksasa akan Terus Berulang di Indonesia

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya