Komisi II DPR Sebut Mayoritas Fraksi Setuju Pilkada 2022 dan 2023
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa mengatakan, hampir seluruh fraksi sepakat pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dinormalisasi serta diadakan pada tahun 2022 dan 2023.
Ia mengatakan, hanya PDI Perjuangan yang memberikan catatan ingin pilkada serentak digelar 2024. Lalu, Partai Gerindra hingga kini belum menyampaikan sikap.
"Sama sekali Partai Gerindra itu ketika menyusun draf itu (RUU Pemilu) tidak memberikan sikap apapun terkait draf ini, dia akan menunggu di pembahasan. Tapi, di luar itu, PDI Perjuangan saja yang memberi catatan yang lain-lain inginnya normal. Normal, dinormalisasikan," kata Saan seperti dikutip dari ANTARA pada Rabu (27/1/2021).
1. DPR sedang menjadwalkan pilkada sesuai siklus lima tahun
Menurutnya, DPR sedang menjadwalkan ulang penyelenggaraan pilkada sehingga sesuai masa periode lima tahun. Namun. dalam Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada, pesta politik tahun 2022 dan 2023 dilakukan serentak pada 2024.
"Kalau soal itu dalam revisi UU pemilu kita menggabungkan UU Nomor 10 (tahun 2016) tentang Pilkada dan UU nomor 7 (tahun 2017) tentang Pemilu. Itu disatukan menjadi UU Pemilu," ujar politikus Partai NasDem itu.
2. Wilayah yang melaksanakan pilkada 2017 akan kembali menggelarnya pada 2022
Editor’s picks
Sehingga, untuk wilayah yang melaksanakan pilkada pada 2017 rencananya kembali menggelar pilkada pada 2022. Untuk wilayah yang melaksanakan pilkada 2018, maka pilkada selanjutnya dilakukan pada 2023.
"Kalaupun ada keinginan disatukan itu di 2027, tapi itu belum final disatukan itu," katanya.
3. Pilkada 2022 dan 2023 untuk hindari jatuhnya korban dari penyelenggara pemilu
Saan menjelaskan, salah satu alasan banyak fraksi yang mendukung pilkada 2022 dan 2023 yaitu melihat pengalaman penyelenggaraan Pemilu dan Pileg 2019. Momen tersebut mengakibatkan banyak korban dari kalangan penyelenggara pemilu.
"Itu salah satu, beban (bagi penyelenggara), tapi paling penting nanti kualitas elektoral berkurang. Kenapa? Karena orang sudah gak fokus lagi. Kemarin saja, kualitas elektoral untuk legislatif berkurang karena orang fokus terhadap pilpres sehingga ketika sudah pilpres coblos suara Presiden pulang saja. Jadi, legislatif-nya jadi gak terlalu dipedulikan," ujarnya.
Selain itu, Saan mengatakan alasan keamanan juga menjadi pertimbangan jadwal pilkada dinormalkan kembali menjadi siklus lima tahunan.