Vaksin Sel Dendritik yang Diteliti di RSPAD Bukan untuk Dikomersialkan

Kelanjutan dari polemik vaksin nusantara

Jakarta, IDN Times - Tiga institusi yakni Kementerian Kesehatan, TNI Angkatan Darat dan BPOM memastikan pengembangan vaksin sel dendritik atau vaksin nusantara yang saat ini dilakukan di RSPAD Gatot Subroto terbatas untuk penelitian semata, bukan ditujukan untuk kepentingan komersial.

Hal itu diwujudkan dalam penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang dilakukan oleh Kepala BPOM, Menkes dan KSAD serta disaksikan oleh Menteri Koordinator PMK.

Mengutip keterangan tertulis dari Dinas Penerangan TNI AD, penelitian yang saat ini berlangsung di RSPAD bukan merupakan kelanjutan uji klinis tahap I. Karena uji klinis tahap I yang dilakukan di RSUP dr. Kariadi, Semarang, masih harus diperbaiki sesuai rekomendasi BPOM.

"Penelitian yang akan dilakukan di RSPAD selain untuk mempedomani kaidah penelitian, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, juga bersifat autologus yang hanya dipergunakan ke diri pasien sendiri," demikian pernyataan Dinas Penerangan TNI AD seperti dikutip dari akun Instagramnya, Senin (19/4/2021).

1. TNI dukung pengembangan vaksin sel dendritik sebagai bentuk kerja sama

Vaksin Sel Dendritik yang Diteliti di RSPAD Bukan untuk DikomersialkanIlustrasi vaksinasi COVID-19. ANTARA FOTO/Jojon

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Achmad Riad menjelaskan pihaknya mendukung pengembangan vaksin sel dendritik atau yang lebih dikenal sebagai vaksin nusantara di fasilitas RSPAD Gatot Soebroto. Walaupun pengembangan vaksin sel dendritik itu bukan program TNI, namun hal itu sebagai bentuk kerja sama.

"Penggunaan fasilitas kesehatan, dan tenaga ahli kesehatan atau peneliti akan diatur dengan mekanisme kerja sama sebagai dasar hukum atau legal standing, dan tanpa mengganggu tugas-tugas kedinasan atau tugas pokok kesatuan," kata Riad dalam keterangan pers seperti yang disiarkan di kanal YouTube Kompas TV, Senin (19/4/2021).

Baca Juga: Soal Kontroversi Vaksin Nusantara, Ini Pendapat Menkes Budi Gunadi

2. TNI dukung vaksin sel dendritik asal dapat izin dari BPOM

Vaksin Sel Dendritik yang Diteliti di RSPAD Bukan untuk DikomersialkanKapuspen TNI Mayjen TNI Achmad Riad (tengah) didampingi Kapuskes TNI Mayjen TNI Tugas Ratmono (kanan) dan Wakil Kepala RSPAD Gatot Subroto Mayjen TNI dr. Lukman Maruf (kiri) memberikan pernyataan dalam konferensi pers terkait Vaksin Nusantara, di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (19/4/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Meskipun pihak TNI tak mengakui vaksin sel dendritik sebagai programnya, namun Riad menyebut TNI akan memberikan dukungan pada pengembangan vaksin ini asalkan telah mendapatkan izin dari BPOM.

"Dengan catatan telah memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sehingga harus ada tiga kriteria penting yang harus dipenuhi, yaitu keamanan, efikasi, dan kelayakannya," ucap Riad.

3. Polemik vaksin nusantara

Vaksin Sel Dendritik yang Diteliti di RSPAD Bukan untuk DikomersialkanMantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Pembuatan vaksin nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto terus menuai polemik karena BPOM menemukan banyak kejanggalan pada uji klinis pertama vaksin tersebut.

Karena itu Kepala BPOM Penny K Lukito memastikan tidak akan memberikan izin untuk melanjutkan uji klinis fase kedua vaksin nusantara.

Penny menegaskan semua pengujian vaksin, termasuk vaksin nusantara, harus sesuai aturan yang berlaku, baik secara internasional maupun nasional. Untuk vaksin nusantara, pengujian prakiliniknya pun harus sesuai.

"Praklinik ini penting untuk perlindungan dari subyek manusia. Untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan ketika uji coba," ujar Penny dalam konferensi pers di Kantor Bio Farma, Jumat, 16 April 2021.

Penny menjelaskan praklinik dalam uji vaksin harus mengutamakan sisi keamanan. Kemudian dari skala laboratorium juga harus dipastikan vaksin diuji coba dengan baik.

"Ada koreksi dalam uji klinik, makanya ada praklinik. Kalau tidak diikuti prosesnya ini tidak akan mendapatkan vaksin yang bermutu dan berkualitas," ujar dia.

Menurut Penny, bila ingin pembuatan vaksin segera selesai tapi tidak menunjukkan sisi keamanan dalam uji coba, maka hal tersebut salah. Sebab, sebuah penelitian memang membutuhkan waktu lama dan berjenjang.

Baca Juga: Polemik Vaksin Nusantara, DPR Rencanakan Bentuk Pansus Vaksin Impor 

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya