Petugas gabungan memberhentikan pengendara motor yang berboncengan saat uji coba penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (23/4/2020). Pemerintah Kota Makassar terus melakukan sosialisasi hingga hari terakhir uji coba penerapan PSBB dengan harapan penerapan PSBB yang diterapkan pada 24 April - 7 Mei 2020 di daerah itu berjalan efektif dalam rangka percepatan penanganan COVID-19. (ANTARA FOTO/Arnas Padda
Sebelumnya, bahkan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes DKI Jakarta Lies Dwi menyyebut hal ini bagai "Deja vu" pada 2020. Dia mengklaim bahwa DKI sudah mengantisipasi kasus COVID-19 sejak Januari 2020, sebelum kasus COVID-19 pertama resmi diumumkan pemerintah pada Maret 2020.
"Kita dengan COVID-19 sudah antisipasi dari Januari 2020. Jadi kita sudah lihat kembali ke kondisi 'Deja vu' pada tahun lalu di periode yang sama," kata Lies seperti dikutip melalui akun YouTube Lapor COVID-19, Senin (14/6/2021).
Lalu, bagaimana DKI Jakarta menyikapi lonjakan kasus ini? Lies mengungkapkan bahwa untuk mengantisipasi peningkatan kasus, harus ada peningkatan kapasitas isolasi dan perawatan juga.
“Dulu di periode sebelumnya ada kasus tinggi kapasitas perawatan bisa menyentuh di 1.150, itu periode di bulan awal tahun ini. Saat ini kita kembali akan tingkatkan kapasitas tersebut," jelas Lies.
Hal itu kata dia dilakukan agar bisa mendukung fasilitas kesehatan, walau demikian hal itu tidak bisa jadi upaya utama yang diandalkan.
“Karena kita tak boleh biarkan orang sakit lain terlantar karena faskes dipake untuk COVID saja. Jangan sampai faskes di RS kita dedicated hanya COVID saja, karena ini bisa telantarkan pasien lain," ujarnya.
Dia mengatakan skenario lainnya yang dilakukan DKI adalah dengan menyiapkan tempat isolasi bukan di rumah sakit.
“Sudah ada skenario yang kita lakukan, ada tiga skenario yang disiapkan DKI kepada mereka yang tidak bergejala, dan tentu tracing juga harus ditingkatkan oleh kita bersama," ungkap Lies.