Cerita Ayah Brigadir J Setelah Mendengar Hakim Vonis Mati Ferdy Sambo

Samuel Hutabarat mengaku sangat terharu

Jakarta, IDN Times - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya memvonis mati terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo.

Ayah almarhum Brigadir J, Samuel Hutabarat terharu dengan vonis mati yang diputuskan oleh majelis hakim. Dengan putusan itu, menurut dia keadilan masih ada di negeri ini.

“Kami (keluarga) sangat terharu bahwa keadilan nyata ada di negara kita,” ujarnya ditemui di PN Jakarta Selatan, Selasa (13/2/2023).

Menurut dia keluarga yang ada di Jambi juga merasa terharu atas hukuman mati yang diputuskan majelis hakim kepada terdakwa Ferdy Sambo.

Keluarga merasa mendapatkan keadilan dari majelis hakim sebagai perpanjangan Tuhan.

“Sama seperti kami, merasa mendapat keadilan dari majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, atas perpanjangan Tuhan bagi Majelis Hakim,” kata dia.

Meski begitu, dia dan keluarga tidak ingin berpuas diri atas hukuman mati tersebut. Sebab menurut dia hukuman tersebut memang sudah sesuai dengan pasal 340 KUHP.

“Jangan merasa puas atau tidak ya. Kalau kita bicara puas itu berarti ada unsur dendam. Memang itulah yang sesuai menurut hukum pasal 340,” tutur dia.

Sebelumnya, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sudah menjalani sidang vonis di PN Jaksel pada Senin (13/2/2023).

Hakim akhirnya menjatuhkan vonis mati terhadap Ferdy Sambo dan hukuman 20 tahun penjara untuk Putri Candrawathi.

Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yaitu hukuman penjara seumur hidup untuk Ferdy Sambo dan penjara delapan tahun untuk Putri Candrawathi.

Hakim berkeyakinan bahwa Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J setelah Bharada E. Sambo juga secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana.

Sementara itu, Putri Candrawathi dinyatakan secara sah dan meyakinkan ikut serta dalam pembunuhan berencana.

Adapun motif pembunuhan berencana ini diyakini Hakim karena Putri Candrawathi sakit hati kepada Brigadir J.

Berdasarkan faktor relasi kuasa, Hakim menyebut kecil kemungkinan Brigadir J melakukan kekerasan seksual kepada Putri Candrawathi.

Hakim Wahyu juga menegaskan, tidak ada bukti pendukung terkait kekerasan seksual yang terjadi di Magelang pada 7 Juli 2022 sebagaimana yang diklaim Putri Candrawathi.

Hakim juga menemui kejanggalan dari klaim kekerasan sekskual. Putri Candrawathi sempat mengajak bicara Brigadir J setelah mengaku mengalami pemerkosaan di dalam kamarnya.

Sementara menurut Hakim, seorang korban kekerasan seksual perlu waktu yang panjang untuk sembuh dari trauma yang dalaminya. Hal ini berbanding terbalik dengan sikap Putri yang dalam waktu singkat, mau bertemu pelaku kekerasan seksual.

Baca Juga: Hakim Sebut Ferdy Sambo Penuhi Unsur Rencanakan Pembunuhan Brigadir J 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya