Tito Sebut Film Dirty Vote untuk Bentuk Opini, Tanpa 2 Metode Ilmiah

Nama Mendagri Tito Karnavian disebut dalam film Dirty Vote

Jakarta, IDN Times - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyoroti film dokumenter Dirty Vote yang mengungkap dugaan kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. 

Tito Karnavian menilai, film dokumenter tersebut tidak menempuh dua metode ilmiah dalam menghasilkan kesimpulan. Karenanya, film tersebut hanya sebatas pembentukan opini.

Adapun dua metode ilmiah yang dimaksud yakni congruent method (metode kongruen) dan tracing method (metode pelacakan). Nama Tito Karnavian memang menjadi salah satu yang disebut dalam film dokumenter itu, saat pembahasan mengenai provinsi baru di Papua.

Tito sendiri menjadi Menteri Dalam Negeri sejak awal periode kedua pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Sebelumnya ia merupakan Kepala Polri yang dilantik oleh Presiden Jokowi pada 13 Juli 2016, dan mengamankan pelaksanaan Pemilu 2019.

"Saya lihat ini pemberitaan dalam bentuk documentary, tapi sebetulnya saya lihat adalah pembentukan opini dengan merangkai sejumlah peristiwa," kata Tito dalam kegiatan Konvensi Nasional Media Massa dalam rangka Hari Pers Nasional di Jakarta, Senin (19/2/2024).

Tito menjelaskan, metode kongruen adalah suatu metode dalam upaya melihat sesuatu dan mengambil kesimpulan karena dianggap sama dan sebangun. Menurut Tito, metode tersebut ditempuh tanpa melihat sebab dan akibat.

"Itu boleh, kalau kita ingin mengambil hipotesa. Sama dengan media, ketika membuat hipotesa boleh. Tapi kalau mau membuat tulisan yang betul-betul akurat, ya harus menempuh proses tracing," kata dia seperti dilansir ANTARA.

Baca Juga: Namanya Muncul di Film Dirty Vote, Heru: Terima Kasih

1. Metode kongruen sering digunakan di institusi Polri

Tito Sebut Film Dirty Vote untuk Bentuk Opini, Tanpa 2 Metode IlmiahMenteri Dalam Negeri, Tito Karnavian (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Tito mengatakan, anggota kepolisian terbiasa menerapkan metode-metode tersebut sebagai cara berpikir dalam proses investigasi jika ada peristiwa-peristiwa.

Tito mengatakan, metode kongruen tidak bisa dijadikan alasan pasti tanpa proses pelacakan. Proses pelacakan pun, kata dia, harus dilakukan dengan menjajaki semua sebab dan akibat jika ingin menentukan pelaku atau tersangka.

Karena itu, Tito mengatakan, tudingan terkait namanya yang disebut berperan dalam pemenangan pasangan calon (paslon) tertentu karena adanya pemekaran provinsi di Pulau Papua, masih sebatas kongruen tanpa menempuh proses pelacakan. 

Tito menjelaskan, pemekaran provinsi di Pulau Papua telah dilakukan sebelum adanya koalisi partai-partai dan pasangan calon untuk pemilu. Pemekaran provinsi di Papua itu juga bukan inisiatif pemerintah, melainkan dari DPR dan aspirasi masyarakat.

"Tapi tiba-tiba dilompatkan bahwa pemekaran Papua itu dalam rangka untuk mempermudah paslon yang disiapkan pemerintah untuk memenuhi persyaratan 20 persen (suara) dari separuh provinsi, saya bilang itu terlalu jauh," kata dia.

2. Aktor Dirty Vote sebut kecurangan pemilu sudah biasa terjadi

Tito Sebut Film Dirty Vote untuk Bentuk Opini, Tanpa 2 Metode IlmiahPara cast film dokumenter Dirty Vote. (Dok. Dirty Vote)

Sementara itu, Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fisipol UGM, Zainal Arifin Mochtar, yang merupakan salah satu bintang film dokumenter Dirty Vote menegaskan, kecurangan pemilu bukan hal baru dalam dunia demokrasi. 

Menurutnya, kejahatan demokrasi, konflik kepentingan, hingga kecurangan politik sangat umum terjadi. Menurutnya, problematika menahun ini terbentuk dalam sebuah sistem yang sudah tidak dapat dibendung. 

"Inilah pentingnya bentuk kritik seperti film Dirty Vote yang juga dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Film ini tidak hanya menjadi ajang untuk mengkritik, namun turut memberikan pandangan kepada masyarakat dalam memberikan hak pilihnya," ujar Zainal.

Baca Juga: Dirty Vote Tembus 20 Juta Views dalam 7 Hari, Dandhy: Terima Kasih

3. Riset dilakukan sebelum pembuatan film Dirty Vote

Tito Sebut Film Dirty Vote untuk Bentuk Opini, Tanpa 2 Metode IlmiahPoster film Dirty Vote. (dok. Istimewa)

Dalam proses pembuatan film itu, kata dia, sebelum masuk proses produksi film, Zainal sempat berdebat dalam riset yang dilakukan. Menurutnya, jika ada bukti yang tidak kuat atau kurang meyakinkan, maka tidak akan dinaikan. 

"Kita melihat bahwa hampir tidak ada yang baru. Kecurangan itu sistematis, jadi kita hanya menjahitnya menjadi satu lagi,” kata Zainal.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya