Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250721-WA0009.jpg
Feri Amsari dan Usman Hamid (IDN Times/Aryodamar)

Intinya sih...

  • Desak Polri membebaskan Delpedro, Syahdan dan ratusan pengunjuk rasa lainnya yang ditangkap

  • Penggunaan gas air mata bisa menimbulkan luka parah hingga kematian seperti Tragedi Kanjuruhan

  • Amnesty Internasional Indonesia minta Komnas HAM lakukan penyelidikan terhadap meninggalnya sepuluh warga sipil dalam aksi unjuk rasa

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Amnesty Internasional Indonesia menyampaikan penyesalan mendalam terhadap bertambahnya jumlah kematian terkait unjuk rasa dan penangkapan aktivis hak asasi manusia (HAM). Selain itu, mereka juga menyayangkan adanya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian di Kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan di Bandung.

“Kami menyesalkan bertambahnya jumlah kematian terkait unjuk rasa pekan lalu, begitu pula dengan penangkapan Delpedro Marhaen di Jakarta, Khariq Anhar di Banten, Syahdan Husein di Bali dan dua pendamping hukum dari YLBHI masing-masing di Manado dan Samarinda. Bahkan terakhir, muncul gejala pengerahan pamswakarsa yang dapat mendorong konflik horisontal di masyarakat. Ini semua menunjukkan negara memilih pendekatan otoriter dan represif daripada demokratik dan persuasif. Tuduhan pun memakai pasal-pasal karet yang selama ini dikenal untuk membubuhkan kritik. Ini harus dihentikan. Bebaskanlah mereka," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dilansir dari siaran pers Amnesty Internasional Indonesia, pada Rabu (3/9/2025).

1. Desak Polri membebaskan Delpedro, Syahdan dan ratusan pengunjuk rasa lainnya yang ditangkap

Konferensi pers penangkapan sejumlah mahasiswa Unmul sebelum demo 1 September 2025. Salah satu barang bukti adalah lukisan PKI. (Dok. Istimewa)

Amnesty Internasional Indonesia mendesak Polri untuk membebaskan Delpedro, Syahdan dan ratusan pengunjuk rasa lainnya yang ditangkap karena bersuara sejak 25 Agustus 2025.

Menurut mereka, negara perlu mendengarkan saran dari Kantor HAM PBB, yaitu mengoptimalkan pendekatan persuasif dan dialog dengan pengunjuk rasa. Mereka menilai, ancaman hukuman justru memicu ketegangan antara kepolisian dan pengkritik. Diketahui, berkumpul dan menyampaikan pendapat di depan umum adalah hak masyarakat dan termasuk dalam HAM.

2. Penggunaan gas air mata bisa menimbulkan luka parah hingga kematian seperti Tragedi Kanjuruhan

ilustrasi gas air mata (unplash.com/iqro rinaldi)

Sementara, Amnesty Internasional Indonesia juga mengecam keras penembakan gas air mata ke arah kampus Unisba dan Universitas Pasundan. Sebagaimana diketahui, kedua kampus tersebut digunakan sebagai posko medis bagi pengunjuk rasa atau menjadi korban kekerasan.

Selain itu, gas air mata dapat membahayakan keselamatan warga sipil yang ada di dalam maupun di sekitar kampus tersebut. Mereka menyampaikan penggunaan gas air mata yang berlebihan dapat mengakibatkan luka parah hingga kematian seperti Tragedi Kanjuruhan.

3. Minta Komnas HAM lakukan penyelidikan terhadap meninggalnya sepuluh warga sipil dalam aksi unjuk rasa

Spanduk kecaman untuk Polri di Denpasar (IDN Times/Ayu Afria)

Meninggalnya sepuluh warga sipil selama aksi unjuk rasa membuat Amnesty Internasional Indonesia mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan. Menurut mereka, negara perlu bekerja sama dengan Komnas HAM guna memastikan ada pertanggungjawaban atas kematian tersebut.

Sementara, pemerintah juga perlu memastikan akuntabilitas polisi, bukan hanya mengevaluasi kebijakan sosial dan ekonomi yang merugikan hak masyarakat.

Diketahui, Presiden mengeluarkan pernyataan yang memunculkan label “anarkis”, “makar” atau “terorisme". Selain itu, kepolisian negara punya tanggung jawab untuk menindak setiap peristiwa pidana namun perlu berpegang teguh pada prinsip-prinsip HAM.

4. Negara perlu mendengarkan, menghormati, serta menegakkan hukum secara adil

Ibu berjilbab pink pada aksi di depan DPR mengahadang aparat (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Amnesty Internasional Indonesia menyampaikan negara seharusnya mendengarkan tuntutan warga, menghormati kebebasan berekspresi, serta menegakkan hukum secara adil. Menurut mereka, tanpa ketiga hal tersebut, pernyataan presiden terkait kebebasan penyampaian pendapat dan aspirasi masyarakat hanya omong kosong dari praktik otoriter melanggar HAM.

Sebagaimana diketahui, Amnesty International Indonesia mengungkapkan adanya penangkapan paksa aktivis HAM sekaligus Direktur Eksekutif Lokataru Foundation oleh delapan orang aparat Polda Metro Jaya di Jakarta Timur, pada Senin (1/9/2025). Selain itu, polisi juga menggeledah ruang kantor Lokataru Foundation tanpa adanya surat penggeledahan dan diduga merusak kamera CCTV kantor.

Editorial Team