TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Yusril Beberkan Alasan Permasalahan Pemilu Harus Diselesaikan di MK

Bagi Yusril, angket tidak bisa selidiki kecurangan pemilu

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra di kantor DPP Partai Golkar (IDN Times - Margith Juita Damanik)

Jakarta, IDN Times -- Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa ketidakpuasan terhadap hasil pemilihan umum (pemilu) harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK). Bukan dengan mengajukan hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat untuk menagih pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Yusril menjelaskan, keberadaan hak angket memang diatur dalam pasal 20A ayat (2) UUD 1945. Aturan itu mengatur fungsi DPR dalam urusan pengawasan yang tidak spesifik, tetapi bersifat umum. Ketentuan lebih lanjut tentang hak angket dituangkan dalam undang-undang, yakni undang-undang yang mengatur DPR, MPR, dan DPD.

"Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak. Karena UUD NRI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi," ujar Yusril pada Kamis (22/2/2024).  

1. Bagi Yusril, penggunaan hak angket dapat membuat perselisihan pilpres berlarut tanpa kejelasan kapan akan berakhir

Yusril Ihza Mahendra (IDN Times)

Selain itu, Pasal 24C UUD NRI 1945 menyatakan bahwa salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil pemilihan umum, dalam hal ini pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat. 

Mantan menteri hukum dan hak asasi manusia periode 2001-2004 itu menambahkan, para perumus amandemen UUD NRI 1945 tampaknya telah memikirkan bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, yakni melalui badan peradilan atau MK. 

Hal ini dimaksudkan agar perselisihan segera berakhir dan tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.

"Saya berpendapat UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan Pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan. Penggunaan angket dapat membuat perselisihan pilpres berlarut tanpa kejelasan kapan akan berakhir. Hasil angket pun hanya bebentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR," kata Yusril. 

Baca Juga: Indikator Ungkap Suara Kalangan NU Bantu Kerek Perolehan Suara Prabowo

2. Yusril khawatir hak angket digunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai awal untuk memakzulkan Jokowi

Capres nomor urut dua Prabowo Subianto bersama Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra dalam acara Konsolidasi Relawan di Bangka Belitung (11/1/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dari segi politik, Yusril khawatir hak angket digunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai awal untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

"Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran. Proses pemakzulan itu memakan waktu relatif panjang, dimulai dengan angket seperti mereka rencanakan dan berakhir dengan pernyataan pendapat DPR bahwa presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 45," katanya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya