TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Soeharto, Bocah Pendiam yang Lahir dari Keluarga Sederhana

Soeharto lahir di dusun kecil Pulau Jawa

Repro. Buku "B.J. Habibie: 72 Hari Sebagai Wakil Presiden RI" (Sekretariat Negara, 1998)

Jakarta, IDN Times - Hari ini adalah tepat hari kelahiran Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto. Presiden yang menggoreskan perjalanan panjang dan lika-liku sejarah di Indonesia. Soeharto lahir di Bantul, Yogyakarta pada 8 Juni 1921. Penguasa Orde Baru tersebut meninggal dunia pada 27 Januari 2008, pada usia 80 tahun.

Semasa kecil, Soeharto dikenal sebagai bocah cerdas dan pendiam. Dia lahir dari keluarga sederhana di Pulau Jawa. Lahir dengan perawakan baik, Soeharto pun masuk militer. Karier Soeharto di militer terus melonjak, usai berhasil menuntaskan tugasnya dalam pembebasan Irian Barat dari Belanda.

Kini, ia dikenang sebagai Bapak Pembangunan Indonesia. Berikut kisah singkat kehidupan Soeharto hingga bisa menjadi orang nomor satu di Indonesia, seperti dikutip dari berbagai sumber.

Baca Juga: Kronologi Reformasi Mei 1998, Terjungkalnya Kekuasaan Soeharto

Baca Juga: Operasi Penyusupan Soeharto untuk Tumpas Belanda di Papua 

1. Soeharto lahir di dusun kecil Pulau Jawa

histori.id

Dalam buku Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan dan Petualang oleh Julius Pour yang mengutip buku The Smiling General oleh OG Roeder dikisahkan, Soeharto lahir di sebuah dusun kecil yang bernama Kesumu, Desa Argomulyo, Bantul, Yogyakarta. Ia adalah anak kedua dari sebelas bersaudara di dalam keluarga sederhana.

Selain kemiskinan, Soeharto juga didera kesedihan akibat perceraian kedua orang tuanya. Dengan berbagai macam lika-liku kehidupan, Soeharto pun dikenal sebagai bocah yang pendiam.

"Ketika Soeharto dilahirkan, di langit tidak ada tanda-tanda kudus, tidak ada letusan gunung berapi dan juga tidak ada sebutan Putra Fajar seperti diramalkan kepada anak orang kaya, berpengaruh dan selalu ingin mengagung-agungkan dirinya sendiri. Kelahiran Soeharto tidak berbeda dengan kelahiran anak-anak dusun dengan orang tua melarat, tetapi punya senyum kebahagiaan," tulis Julius dalam buku tersebut.

Boro-boro membayangkan jadi sosok orang penting, Soeharto justru lebih membayangkan suatu saat nanti anak-anaknya akan membantunya di sawah.

2. Soeharto tumbuh menjadi anak cerdas dan bergabung ke militer

Lukisan wajah Seoharto (IDN Times/Vanny El Rahman)

Seperti dikutip dari buku Runtuhnya Sang Penguasa dari Kudeta hingga Terbunuh oleh Nur Laeliyatul Masruroh, diceritakan pula Soeharto tumbuh menjadi anak yang cerdas. Dibarengi dengan kesehatan dan postur tubuhnya yang tegap, ia pun masuk militer.

Pada 1 Juni 1940, Soeharto tercatat sebagai siswa militer di Gombong, Jawa Tengah. Ia menjalani masa pelatihan selama enam bulan dan keluar dengan predikat lulusan terbaik. Pada usia 19 tahun, ia telah memiliki pangkat kopral.

3. Soeharto memiliki peran penting sebagai Panglima Mandala, untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda

Seorang pelajar melintas di depan mural mantan Presiden RI Soeharto dan BJ Habibie (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Soeharto pertama kali bertugas sebagai militer dengan bergabung dengan Batalyon XIII Rampal, Malang, Jawa Timur. Setelahnya, ia masuk sekolah lanjutan Bintara di Gombong dan berhasil mendapatkan kenaikan pangkat dalam waktu yang relatif singkat.

Brigjen Soeharto pun mulai tampil menjadi sosok yang memiliki peran penting sebagai Panglima Mandala, untuk pembebasan Irian Barat dari Belanda.

Pada 1 Mei 1963, ia berhasil menjalankan tugasnya, Bumi Cendrawasih pun bergabung dengan Ibu Pertiwi.

4. Soeharto dan peristiwa G30S/PKI

Presiden Soeharto [kiri] saat meresmikan Jembatan Mahakam pada 1986. (Dok. Humas Pemkot Samarinda)

Dalam bukunya, Nur juga menjelaskan, Soeharto berhasil menumpas Gerakan 30 September (G30S) pada 1965. Peristiwa kelam bangsa Indonesia itu mengorbankan enam perwira senior dan satu perwira pertama TNI-AD.

Mayjend Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai Pangkostrad memimpin operasi penumpasan G30S. Pada 11 Maret 1966, Soeharto mendapat perintah dari Presiden Sukarno untuk membubarkan PKI. Perintah itu tertulis dalam Surat Perintah 11 Maret atau dikenal Supersemar.

Baca Juga: Pertanyaan di Antara Habibie-Soeharto yang Belum Terjawab Hingga Kini

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya