Kisah Soeharto, Bocah Pendiam yang Lahir dari Keluarga Sederhana
Soeharto lahir di dusun kecil Pulau Jawa
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Hari ini adalah tepat hari kelahiran Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto. Presiden yang menggoreskan perjalanan panjang dan lika-liku sejarah di Indonesia. Soeharto lahir di Bantul, Yogyakarta pada 8 Juni 1921. Penguasa Orde Baru tersebut meninggal dunia pada 27 Januari 2008, pada usia 80 tahun.
Semasa kecil, Soeharto dikenal sebagai bocah cerdas dan pendiam. Dia lahir dari keluarga sederhana di Pulau Jawa. Lahir dengan perawakan baik, Soeharto pun masuk militer. Karier Soeharto di militer terus melonjak, usai berhasil menuntaskan tugasnya dalam pembebasan Irian Barat dari Belanda.
Kini, ia dikenang sebagai Bapak Pembangunan Indonesia. Berikut kisah singkat kehidupan Soeharto hingga bisa menjadi orang nomor satu di Indonesia, seperti dikutip dari berbagai sumber.
Baca Juga: Kronologi Reformasi Mei 1998, Terjungkalnya Kekuasaan Soeharto
Baca Juga: Operasi Penyusupan Soeharto untuk Tumpas Belanda di Papua
1. Soeharto lahir di dusun kecil Pulau Jawa
Dalam buku Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan dan Petualang oleh Julius Pour yang mengutip buku The Smiling General oleh OG Roeder dikisahkan, Soeharto lahir di sebuah dusun kecil yang bernama Kesumu, Desa Argomulyo, Bantul, Yogyakarta. Ia adalah anak kedua dari sebelas bersaudara di dalam keluarga sederhana.
Selain kemiskinan, Soeharto juga didera kesedihan akibat perceraian kedua orang tuanya. Dengan berbagai macam lika-liku kehidupan, Soeharto pun dikenal sebagai bocah yang pendiam.
"Ketika Soeharto dilahirkan, di langit tidak ada tanda-tanda kudus, tidak ada letusan gunung berapi dan juga tidak ada sebutan Putra Fajar seperti diramalkan kepada anak orang kaya, berpengaruh dan selalu ingin mengagung-agungkan dirinya sendiri. Kelahiran Soeharto tidak berbeda dengan kelahiran anak-anak dusun dengan orang tua melarat, tetapi punya senyum kebahagiaan," tulis Julius dalam buku tersebut.
Boro-boro membayangkan jadi sosok orang penting, Soeharto justru lebih membayangkan suatu saat nanti anak-anaknya akan membantunya di sawah.
Baca Juga: Pertanyaan di Antara Habibie-Soeharto yang Belum Terjawab Hingga Kini