TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Banyak Pasal di RKUHP yang Kontroversial, Ini Klarifikasi Menkum HAM 

Yasonna menilai publik keliru memaknai RKUHP baru

IDN Times / Auriga Agustina

Jakarta, IDN Times - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengklarifikasi 14 pasal bermasalah yang membuat Presiden Joko "Jokowi" Widodo meminta agar pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ditunda. Kendati mengklarifikasi 14 pasal, namun dalam pemberian keterangan pers, Yasonna hanya memaparkan delapan pasal yang kini tengah jadi sorotan. Menteri dari PDI Perjuangan itu  menyebut 14 pasal yang dimaksud oleh Presiden Jokowi sudah masuk ke dalam delapan pasal yang telah dipaparkannya itu. 

"Mengapa ada 14? Karena satu topik itu ada banyak pasal. Misalnya penghinaan, kan ditambah penjelasan umumnya itu. Misalnya, perzinahan, ada lagi turunannya, itu semua kan bagian dari itu," kata Yasonna ketika memberikan keterangan pers di Kantor Kementerian Hukum dan HAM pada Jumat (20/9). 

Lalu seperti apa klarifikasi dari Yassona terkait pasal-pasal tersebut?

Baca Juga: Jokowi Minta Pengesahan RKUHP Ditunda

1. Berikut klarifikasi RKUHP pasal 219 yang menyangkut penghinaan terhadap Presiden dan Wapres

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Ia memaparkan, beleid pertama Pasal 219 tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Ketentuan ini, dijelaskannya merupakan delik aduan yang dilakukan secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden.

Penghinaan dalam konteks tersebut, seperti merendahkan martabat Presiden dan Wakil Presiden secara personal, seperti menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah.

"Bukan berarti kalau seorang Presiden bisa kita bebas caci maki harkat dan martabatnya, (kalau hanya) mengkritik kebijakannya tidak ada masalah. Ketentuan ini dimaksud untuk menyadarkan atau mengajukan kritik kepada pendapat yang (konteksnya mengenai) kebijakan pemerintah. (Hal itu) tidak ada masalah. (Lagipula) itu delik aduan dan harus dilaporkan langsung oleh Presiden sendiri," tutur Yasonna. 

2. Berikut penjelasan terkait pasal 278 mengenai pembiaran unggas yang jadi hewan ternak

IDN Times / Auriga Agustina

Kemudian, pasal 278 tentang pembiaran unggas. Ia mengatakan, sebenarnya pasal ini sudah ada di KUHP bahkan pasal di RKUHP sanksinya lebih rendah daripada yang ada di KUHP saat ini.

Mengintip KUHP yang berlaku saat ini, aturan ini ada di pasal 548, dalam pasal tersebut dikatakan, barang siapa yang membiarkan unggas ternak berjalan
di kebun, di tanah yang sudah ditaburi, ditinggali atau ditanami, maka diancam dengan pidana denda paling banyak Rp225.

"Jadi setiap orang yang membiarkan unggas atau ternaknya berjalan di kebun justru akan ancaman hukumannya menjadi kategori dua yang menjadi lebih ringan dari pada KUHP," tutur Yasonna.

Ia memberikan alasan, masih berlakunya pasal ini lantaran masih banyaknya desa di Indonesia.

"Kita ini masih banyak desa, masyarakat kita masih banyak yang agraris yang petani. Masyarakat yang membuatkan sawah. Ada yang usil, dia gak pidana badan, dia hanya denda dan itu ada di KUHP dan di KUHP itu lebih berat sanksinya, kita buat lebih rendah, jadi jangan dikatakan mengkriminalisasi," ucapnya.

3. Berikut penjelasan terkait RKUHP pasal 414 mengenai alat kontrasepsi

IDN Times / Auriga Agustina

Selanjutnya pasal 414, terkait alat kontrasepsi. Yasonna menjelaskan, ini juga sebenarnya sudah diatur di KUHP, namun menurutnya ancaman hukuman pidana yang ada RKUHP lebih rendah dari KUHP yang ada saat ini.

"Jadi supaya jelas, bukan lebih berat dari hukum pidana yang tadi. KUHP yang berlaku ini sekarang (lebih ringan)," tuturnya.

Sebelumnya, larangan mempertunjukan alat kontrasepsi diatur dalam KUHP pasal 534. Di mana disebutkan, barang siapa yang secara terang-terangan mempertunjukkan sesuatu sarana untuk mencegah kehamilan maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan (diensten) yang demikian itu, diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak Rp3.000

Lalu, dalam RKUHP, aturan ini dimuat dalam pasal 414 dan berbunyi "setiap orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada anak maka dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I."

Baca Juga: Komnas HAM Nilai RKUHP Tidak Melindungi Korban Pencabulan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya