TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kewenangan Jaksa Dinilai Bakal Berlebih, Ini Isi dari RUU Kejaksaan

RUU Kejaksaan diklaim untuk menguatkan lembaga

Bendera Merah Putih ikut hangus akibat gedung Kejagung terbakar pada Sabtu (22/8/2020) (IDN Times/Aryodamar)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah dan DPR RI sepakat memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ke Prolegnas Prioritas 2020. Hal itu dibahas saat Rapat Kerja Baleg DPR bersama Pemerintah dan DPD pada awal Juli 2020 lalu.

Pada Senin, 3 Agustus 2020, Wakil Jaksa Agung, Setia Untung Arimuladi mengungkapkan, arah pengaturan RUU Kejaksaan berfokus pada upaya penguatan kelembagaan yang merdeka, termasuk di dalamnya penguatan tugas dan wewenang Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa.

"Kurang optimalnya pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan terkait kedudukan Kejaksaan dan Jaksa sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN),” kata Untung, sewaktu Rapat Penyusunan Naskah Akademik RUU Kejaksaan bersama BPHN, di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin 3 Agustus 2020.

UU Nomor 16 Tahun 2004 dinilai memiliki kekurangan. RUU Kejaksaan dipandang perlu segera disusun. Namun, sejumlah pihak menilai RUU itu berpotensi membuat wewenang Kejaksaan berlebih. Lantas, apa saja pasal yang diubah dalam UU tersebut ?

Baca Juga: Satu Pasal di RUU Kejaksaan Jadi Sorotan Baleg DPR

1. Pengertian umun Kejaksaan

Wakil Jaksa Agung, Setia Untung Arimuladi (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara, serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
  2. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang- Undang ini untuk melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim, dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.
  3. Proses Penuntutan adalah serangkaian tindakan yang dimulai dari penyelidikan, penyidikan, pelimpahan dan persidangan, upaya hukum, pelaksanaan penetapan hakim, pelaksana putusan pengadilan, dan tindakan hukum lainnya seperti penelusuran, pelacakan, perampasan dan pemulihan aset, ekstradisi, dan bantuan hukum timbal balik, serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
  4. Jaksa adalah suatu profesi yang memiliki tugas dan wewenang yang bersifat keahlian teknis di bidang pidana, perdata dan tata usaha negara, di bidang ketertiban dan ketentraman umum, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, kerja sama hukum internasional, dan di bidang mahkamah konstitusi serta tugas-tugas lain berdasarkan undang-undang.

Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut Kejaksaan adalah badan peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman di bidang eksekutif yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
  2. Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
  3. Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tidak terpisahkan.

Ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan (3) diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

  1. Kejaksaan Agung berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
  2. Kejaksaan tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi dengan yurisdiksi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung.
  3. Kejaksaan negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dengan yurisdiksi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung.

2. Susunan Kejaksaan

Keadaan Gedung Kejaksaan Agung Setelah Semalaman Dilalah Api pada Sabtu, 22 Agustus 2020 (IDN Times/Aryodamar)

Ketentuan Pasal 8 ayat (3), (4), dan (5) diubah sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.
  2. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki.
  3. Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan proses penuntutan.
  4. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dan hati nurani dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat
    profesinya.
  5. Dalam hal melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.

Di antara Pasal 8 dan Pasal 9, disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 8A dan Pasal 8B yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8A

  1. Dalam menjalankan tugasnya, Jaksa beserta anggota keluarganya wajib mendapatkan pelindungan diri dan pelindungan dari Negara dari
    ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda.
  2. Setiap Jaksa memperoleh gaji dan hak-hak lainnya yang adil dan layak.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelindungan diri dan pelindungan dari Negara serta gaji dan hak-hak lainnya sebagaimana ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8B

Perekrutan, penempatan, dan jenjang karier Jaksa dilakukan secara terbuka, profesional, dan akuntabel yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi dan kinerja secara adil dan wajar

Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf d, g, dan h, serta ayat (3) diubah dan ditambahkan ketentuan satu ayat di ayat (4) sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:

  1. Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah:
    a. warga negara Indonesia;
    b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
    c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
    Republik Indonesia Tahun 1945;
    d. berijazah paling rendah sarjana hukum pada saat masuk Kejaksaan;
    e. berumur paling rendah 25 tahun dan paling tinggi 35 tahun;
    f. sehat jasmani dan rohani;
    g. berintegritas, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
    h. Pegawai Kejaksaan.
  2. Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat diangkat menjadi jaksa, harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai perekrutan dan penempatan dan syarat untuk menjadi Jaksa, serta tata cara pelaksanaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa ditetapkan dengan Peraturan Jaksa Agung.
  4. Dalam menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kejaksaan membentuk suatu lembaga pendidikan khusus.

Ketentuan Pasal 10 ayat (1) diubah sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

  1. Sebelum memangku jabatannya, jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya di hadapan Jaksa Agung.
  2. Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
    “Saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
    negara Republik Indonesia. bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, objektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, gender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Esa, masyarakat, bangsa, dan negara. bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada saya. bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apa pun kepada siapa pun juga.
    bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian“.

Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang ini, jaksa dilarang merangkap menjadi dewan direksi badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha
swasta

Ketentuan Pasal 12 huruf c diubah sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:

Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c. telah mencapai usia 60 tahun;
d. meninggal dunia;
e. tidak cakap dalam menjalankan tugas

Ketentuan Pasal 13 huruf a dan e serta penjelasan huruf b diubah sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
    a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana;
    b. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya;
    c. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
    d. melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau
    e. melakukan pelanggaran berat sebagaimana yang diatur dalam kode etik jaksa.
  2. Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Jaksa.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Jaksa, serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa Agung.

Ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan (3) diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa yang diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya, dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai Kejaksaan.
  2. Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jaksa yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
  3. Setelah seorang jaksa diberhentikan sementara dari jabatan Jaksa berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tentang kesempatan untuk membela diri.

Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Apabila terdapat perintah penangkapan dan diikuti dengan penahanan terhadap seorang Jaksa yang disangka melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun, Jaksa yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
  2. Dalam hal Jaksa dituntut di muka pengadilan karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun tanpa dilakukan penahanan, Jaksa yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatan Jaksa oleh Jaksa Agung.

Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara, serta hak-hak jabatan jaksa yang terkena pemberhentian diatur dengan Peraturan Presiden.

Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Ketentuan mengenai tunjangan jabatan fungsional jaksa diatur dengan Peraturan Presiden.

Ketentuan Pasal 18 ayat (2) diubah dan ditambahkan ketentuan satu ayat di ayat (1) sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa Agung adalah penyidik, penuntut umum, dan sebagai pengacara negara tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan dan tugas-tugas lain yang diberikan oleh negara.
  3. Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
  4. Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur pimpinan.
  5. Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan.

Ketentuan Pasal 19 ayat (2) diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa Agung adalah pejabat negara.
  2. Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan mendengar pertimbangan DPR.

Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Untuk diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
d. berijazah paling rendah sarjana hukum;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. berintegritas, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
g. berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada saat pengangkatan;
h. tidak pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih;
i. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku Jaksa;
j. harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa.

Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Jaksa Agung dilarang merangkap menjadi:
a. pejabat negara lain atau penyelenggara negara yang menimbulkan benturan kepentingan dengan tugas pokok fungsi Kejaksaan yang diatur menurut peraturan perundang-undangan;
b. wali, kurator/pengampu, dan/atau pejabat yang terkait dalam perkara yang sedang diperiksa olehnya;
c. dewan direksi badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta;
d. notaris, notaris pengganti, atau pejabat pembuat akta tanah;
e. pejabat pada jabatan lainnya yang ditentukan berdasarkan undang- undang.

Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa Agung diberhentikan dari jabatannya karena:
    a. meninggal dunia;
    b. permintaan sendiri;
    c. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
    d. berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan;
    e. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; atau
    f. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
  2. Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Ketentuan Pasal 23 ayat (3) dan penjelasan ayat (1) diubah sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:

  1. Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
  2. Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
  3. Yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa Agung Muda, atau yang dipersamakan dengan memperhatikan jenjang dan jabatan karier sebagai Jaksa.

Ketentuan Pasal 24 ayat (1) dan (2) diubah sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa Agung Muda diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
  2. Yang dapat diangkat menjadi Jaksa Agung Muda adalah jaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang berpengalaman sebagai kepala kejaksaan tinggi.
  3. Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan kejaksaan dengan syarat mempunyai keahlian tertentu.
  4. Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
    a. meninggal dunia;
    b. permintaan sendiri;
    c. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
    d. berakhir masa jabatannya;
    e. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

3. Jabatan penugasan dan tenaga ahli

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono (tengah) memberikan keterangan pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/9/2020) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Pada kejaksaan dapat ditugaskan Aparatur Sipil Negeri, prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau pejabat lainnya yang tidak menduduki jabatan jaksa, yang diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung menurut peraturan perundang-undangan.
  2. Aparatur Sipil Negeri, prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau pejabat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat sebagai tenaga ahli atau jabatan lain untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan.

Baca Juga: RUU Kejaksaan Disorot, Jaksa Jangan Serakah dalam Penegakan Hukum!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya