TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Polri Ungkap Kendala Tangani Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan

Tersangka perorangan menjadi 185 orang

(Ilustrasi kabut asap) ANTARA FOTO/Feny Selly/pras

Jakarta, IDN Times - Peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) terjadi di beberapa wilayah Sumatera dan Kalimantan. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, mengatakan ada beberapa kendala dalam mengatasi peristiwa itu.

"Kendalanya adalah air. Lokasinya cukup jauh (dari pusat air) dan memang saat ini kemarau el nino atau kering. Kadar air hutan-hutan itu sudah sangat langka dan kering. Apalagi di (lahan) gambut, tingkat kekeringannya itu tinggi," kata Dedi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (16/9).

Baca Juga: Jokowi Minta Semua Pihak Gerak Cepat Tangani Kebakaran Hutan di Riau

1. Titik api mengalami penurunan

ANTARA FOTO/Mushaful Imam

Dedi menjelaskan, dalam mengatasi karhutla, pihaknya sudah mengerahkan satuan tugas (satgas) di wilayah yang terdampak. Hal itu juga dibantu dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Pemerintah Daerah.

Pihak-pihak itu pertama kali akan memetakan wilayah-wilayah yang mengalami kebakaran. Selanjutnya mereka akan memantau titik api atau hot spot dengan menggunakan satelit.

''Sebenarnya kemarin sudah mengalami penurunan. (Yang tadinya) 600 titik api lebih, ini (jadi) 350-400 titik api. Kebakarannya kecil, jumlahnya cukup banyak," jelas Dedi.

2. Pusat asap kebakaran berada di Riau

ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid

Peristiwa karhutla juga menyebabkan mengumpulnya asap. Asap dari kebakaran itu juga paling banyak di wilayah Riau, Sumatera. Berdasarkan hasil diskusi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Riau merupakan wilayah yang menjadi tempat pusaran angin.

"Jadi, asap itu ngumpulnya di Riau. Sehingga, terjadi perlambatan, penumpukan, kemudian (asapnya) lari ke Negara tetangga," ujar Dedi.

3. Polri fokus mengedepankan upaya pencegahan

ANTARA FOTO/Rony Muharrman

Peristiwa karhutla bukanlah pertama yang terjadi di Indonesia. Sejak tahun 2015 hingga tahun ini, polisi sudah menetapkan ratusan tersangka yang terdiri dari pihak perorangan dan Korporasi.

Jenderal bintang satu itu mengaku, penegakan hukum merupakan ultimum paramedium, atau upaya terakhir. Yang paling diutamakan, ialah upaya pencegahan bagaimana mengubah budaya dan mindset masyarakat yang sudah terbiasa land clearing dengan cara membakar.

"Harus diubah polanya dengan cara-cara yang ramah lingkungan. Kalau imbauan, sosialisasi, penegakan hukum itu (sudah dilakukan) setiap tahun," ungkap Dedi.

Lebih lanjut, mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu menuturkan, mengatasi karhutla membutuhkan proses. Salah satu cara yang tengah dilakukan saat ini adalah, membuat rekayasa curah hujan.

"Panglima TNI menyampaikan sangat tergantung pada awan. Kalau awannya cukup banyak, maka penyemaian itu akan lebih mudah. Sehingga, penguatan antara penyemaian itu akan lebih seimbang dengan turun hujan," tuturnya.

Baca Juga: Jokowi Minta Semua Pihak Gerak Cepat Tangani Kebakaran Hutan di Riau

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya