TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Inilah Penyebab Banjir Tahunan di Tulungagung Tempo Dulu

Pemilu 1955 tidak maksimal karena banjir

Banjir merendam Klenteng Tjoe Tik Kiong Tulungagung pada tahun 1954, IDN Times/ Dok Agus Ali Imron

Tulungagung, IDN Times - Banjir besar di Tulungagung pernah terjadi sejak era kolonial Belanda hingga 90-an. Hampir setiap tahun banjir merendam seluruh wilayah tersebut.

Pemerhati sejarah dari Kajian Sosial, Sejarah dan Budaya (KS2B), Latif Kusairi mencatat, musibah banjir besar terjadi pada tahun 1942, 1951, 1955, dan 1976. Bahkan pelaksanaan pemilu pertama pada 1955 tidak berjalan maksimal karena banjir tersebut. Masyarakat di beberapa wilayah tidak bisa menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi tersebut.

1. Pasir dari Gunung Kelud menutupi aliran sungai

Banjir di depan Pendopo Tulungagung pada tahun 1950an, IDN Times/ Dok Agus Ali Imron

Latif yang juga merupakan Dosen Ilmu Sejarah di IAIN Surakarta menjelaskan, letusan Gunung Kelud di Kediri pada tahun 1901 menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di Tulungagung. Pasir dari letusan tersebut banyak menutupi aliran sungai, sehingga menyebabkan pendangkalan. Akibatnya, daya tampung sungai menurun sehingga air meluap dan membanjiri wilayah tersebut.

"Pendangkalan ini terjadi di banyak sungai, sehingga banjir merata di beberapa wilayah dan ini terjadi sejak masa kolonial Belanda," jelasnya kepada IDN Times, Jumat (30/10/2020).

Baca Juga: Halo Arek-arek Lamongan, Ini Deretan Potret Kotamu Dulu Vs Sekarang

2. Pemerintah kolonial Belanda dan Jepang sudah memikirkan cara mengatasi banjir

Banjir di depan Masjid Agung Tulungagung pada tahun 1949, IDN Times/ Dok Agus Ali Imron

Pemerintah Hindia Belanda sendiri sebenarnya sudah melakukan upaya untuk menangani banjir ini. Mereka membangun saluran pematusan ke arah Sungai Brantas. Namun, upaya ini tidak maksimal karena gunung Kelud meletus lagi pada tahun 1919 dan pasir banyak menutupi dasar pematusan.

Pada masa pendudukan Jepang, mereka mencoba membangun terowongan Neyama (saat ini masyarakat menyebutnya Niyama) di sisi selatan Tulungagung. Terowongan ini mengalirkan sungai ke arah laut dan sempat berfungsi. Namun, minimnya perawatan membuat terowongan ini tidak dapat berfungsi maksimal.

"Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang sudah dipikirkan bagaimana mengatasi banjir ini, namun karena faktor peperangan usaha tersebut tidak maksimal," imbuhnya.

Baca Juga: Kumpulan Potret Tulungagung Tempo Dulu saat Dilanda Banjir Besar

Verified Writer

Bramanta Pamungkas

peternak huruf

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya