TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Menarik Tentara PETA yang Diperingati saat Hari Valentine

Pemberontakan PETA terbesar terjadi di Blitar

Gedung Pusat Pendidikan Zeni (Pusdikzi) yang berada di Jalan Sudirman Nomor 35, Bogor, Jawa Barat, sebagian ruangan menjadi museum Peta. (rri.co.id)

Jakarta, IDN Times - Bersamaan dengan peringatan Hari Valentine, Indonesia juga akan merayakan Hari Pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA) pada 14 Februari. PETA merupakan tentara bentukan Jepang di Indonesia, yang anggotanya warga pribumi, untuk membantu kekuatan mereka di Pasifik.

Namun harapan Jepang pupus. Tentara PETA justru memberontak negeri matahari terbit itu, karena ketidakpuasan pribumi terhadap kebijakan yang dilakukan pemerintah Jepang saat itu, yang berjanji akan memberikan Indonesia masa depan yang baik, justru sebaliknya.

Pemberontakan terjadi di sejumlah daerah seperti Blitar, Cilacap, dan beberapa daerah lainnya. Peristiwa ini kemudian diperingati sebagai Hari Pemberontakan PETA. Berikut lima fakta sejarah tentang pemberontakan tentara PETA, yang dikutip dari berbagai sumber.

Baca Juga: Jejak Fatmawati Soekarno di Masa-masa Genting Proklamasi Kemerdekaan 

1. Pemberontakan tentara PETA di Blitar perlawanan terbesar pribumi

(YouTube/bogorhistoricalcommunity)

Di antara beberapa pemberontakan, perlawanan di Blitar merupakan yang terbesar. Pemberontakan ini terjadi pada 14 Februari 1945, di bawah pimpinan Supriyadi.

Pada dini hari, Supriyadi bersama pasukan PETA bergerak, dengan menembakkan mortar, senapan mesin, bahkan granat ke tentara Jepang. Jepang melawan balik menggunakan tank dan pesawat udara.

Dalam pemberontakan ini, banyak tentara Jepang di Blitar terbunuh, dan mengejutkan pemerintah Jepang. Karena pada saat bersamaan, negeri sakura itu sedang kalah peperangan Asia Timur Raya.

Hingga kini, keberadaan Supriyadi belum diketahui.

2. Ketidakpuasan tentara PETA terhadap pemerintahan Jepang

(The Asia Pasific Journal)

Pemberontakan tentara PETA dipicu kebijakan pemerintah Jepang yang dinilai membuat rakyat pribumi semakin sengsara. Terlebih, sebelumnya Jepang menjanjikan masa depan Indonesia lebih baik dengan adanya pembentukan tentara PETA.

Jepang membentuk tentara PETA untuk membantu mereka dalam Perang Asia Pasifik, dengan janji-janji manis. Namun, sebaliknya, masyarakat pribumi justru diperalat dan semakin sengsara. 

3. Pemberontakan di Cilacap melibatkan beberapa ulama

Gedung Pusat Pendidikan Zeni (Pusdikzi) yang berada di Jalan Sudirman Nomor 35, Bogor, Jawa Barat, sebagian ruangan menjadi museum Peta. (rri.co.id)

Selain di Blitar, pemberontakan tentara PETA di bawah pimpinan Sutirto dan Kusaeri yang dilakukan pada 21 April 1945 pada pukul 23.00 di Cilacap, Jawa Tengah.

Sebelum melakukan pemberontakan, Kusaeri mengunjungi beberapa kiai untuk meminta bantuan demi kelancaran rencana tersebut. Di antaranya Kiai Bugel yang berada di Cilacap, Kiai Juhdi di Rawalo, dan Kiai Muhammad Sidik di Banjarnegara.

4. Jepang meminta bantuan Sudirman untuk meredam pemberontakan

Monumen Jenderal Sudirman di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. (Google Street View)

Dalam pemberontakan di Cilacap, Jepang memerintahkan Sudirman, selaku Didan-co atau Komandan Batalyon, untuk memadamkan pemberontakan tentara PETA. Karena Sudirman dianggap mengetahui rencana Kusaeri.

Sudirman bersedia membantu dengan syarat. Semua kampung yang digunakan sebagai tempat persembunyian Kusaeri bersama kawanannya tidak boleh ditembaki dan semua tentara PETA yang menyerah juga tidak ditembaki.

Jepang menyetujui persyaratan tersebut. Sudirman bersama beberapa opsir Jepang, menemui Kusaeri beserta kawan-kawannya, dan mengakhiri pemberontakan tanpa adanya peperangan.

Namun, pada 25 April 1945, Kusaeri ditangkap pemerintah Jepang saat ia ingin pergi ke Cilacap. Selama dua pekan, ia diperiksa terus-menerus, hingga akhirnya ia mendapat hukuman mati.

Baca Juga: Cerita di Balik Tiga Tugu Proklamasi, Jejak Bisu Kemerdekaan Indonesia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya