TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jakarta Darurat Polusi, Segera Kendalikan BBM Subsidi! 

Penggunaan BBM ramah lingkungan harus dilakukan

Ilustrasi polusi udara (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Jakarta, IDN Times - Polusi di Jakarta tidak terlepas dari penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), termasuk BBM bersubsidi dari kendaraan pribadi yang melakukan mobilitas.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan, sudah saatnya kualitas BBM yang digunakan di Jakarta ramah lingkungan untuk menurunkan tingkat polusi tersebut.

Menurut dia, jika ingin mengatasi soal polusi di Ibu Kota, selain mendorong penggunaan angkutan umum, penggunaan BBM yang ramah lingkungan pun harus dilakukan.

"Kualitas BBM yang baik akan menurunkan polusi. Selevel Jakarta harusnya sudah menggunakan BBM yang standar Euro 4 bahkan Euro 6 sehingga akan terjadi penurunan tingkat polusi yang signifikan karena saat ini penggunaan kendaraan pribadi masih sangat tinggi," kata Tulus di acara Dialog Publik bertajuk 'Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta' yang digelar KBR dan YLKI, Selasa (8/11/2022) lalu.

"Pada konteks pengendalian BBM subsidi, baik ekonomi maupun lingkungan ekologis, Jakarta sangat urgent (darurat) karena tarikan-tarikan ekonomi di Jakarta sangat tinggi sebagai kota ekonomi Indonesia," lanjut dia.

Baca Juga: Gara-Gara Polusi Udara, Usia Hidup Penduduk Jakarta Berkurang 4 Tahun

Baca Juga: 17 Tahun Digelar, Uji Emisi Tak Siginifikan Turunkan Polusi Udara DKI

1. Kendaraan pribadi dan BBM di Jakarta harus dikendalikan

Sejumlah kendaraan memadati ruas jalan di kawasan Semanggi, Jakarta, Selasa (19/5/2020) (ANATARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Tulus mengatakan, saat ini data statistik menunjukkan bahwa 35 persen kendaraan pribadi berputar di area Jabodetabek.

"Artinya sangat urgent untuk pengendalian kendaraan pribadi dan BBM, karena antara itu tidak bisa dipisahkan," kata dia.

Menurut Tulus, Jakarta juga sangat ketinggalan dalam hal pengendalian BBM. Hal itu karena selama ini yang disasar oleh Pemprov DKI Jakarta selalu kendaraan pribadi dan transportasi umum.

"Tapi penggunaan BBM sebagai energi tak pernah disasar, jarang Pemprov DKI bicara soal itu," ujar Tulus.

Dengan demikian, kata dia, apabila Jakarta ingin menjadi kota yang layak huni dan ditinggali, maka Jakarta harus menggunakan BBM ramah lingkungan dan berkualitas baik agar adil terhadap konteks ekologis.

"Pemprov DKI sering lupa bahwa itu sangat urgent untuk pengendalian BBM agar kualitas lingkungan hidup di Jakarta lebih baik," kata dia.

Baca Juga: DKI Bakal Perluas Lokasi Parkir Terintegrasi Sistem e-Uji Emisi 

2. Kualitas BBM di Jakarta harus menekan emisi gas buang

Ilustrasi BBM (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Tulus mengatakan, negara-negara di dunia saat ini sudah menggunakan BBM yang berkualitas baik sehingga dapat menekan emisi gas buangnya.

Contohnya adalah negara-negara di Eropa yang level BBM-nya sudah menggunakan Euro 6 yang ramah lingkungan dengan emisi gas buang rendah.

"Kalau Jakarta masih Pertalite, Pertamax, tapi kita dorong penggunaan BBM harus menjadi perhatian yang bisa menekan emisi gas buang karena 70 persen polusi di Jakarta bermula dari kendaraan pribadi," kata dia.

Dia mengatakan, data terakhir penggunaan roda dua saat ini semakin tinggi sehingga membuat distribusi polusi semakin merata.

Apalagi mobilisasi motor bisa ke tempat-tempat yang tidak terjamah kendaraan roda empat seperti gang-gang kecil.

Baca Juga: Hasil Uji Emisi Belum Bisa Dievaluasi untuk Cek Pencemaran Udara DKI

3. Angkutan umum upaya tekan emisi tapi belum bisa mewadahi

Ilustrasi bus Transjakarta (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, kata Tulus, salah satu upaya untuk menekan emisi adalah menggunakan angkutan umum bagi pengguna kendaraan pribadi. Sayangnya, angkutan umum belum bisa mewadahi seluruh kepentingan masyarakat.

"Sehingga penggunaan kendaraan pribadi masih sangat dominan dan itulah bahan bakarnya harus dimigrasikan ke yang lebih baik dengan kadar oktan number atau cetan number yang berpengaruh terhadap kualitas udara," kata Tulus.

Menurut Tulus, dalam konteks pengendalian BBM bersubsidi harus ditekankan aspek keadilan ekonomi dan ekologis.

Oleh karena itu, migrasi bahan bakar kepada BBM yang berkualitas baik dapat menurunkan emisi yang dikeluarkanp oleh bahan bakar tersebut. Contohnya adalah migrasi dari Pertalite ke Pertamax.

"Ini akan terus didorong, kalau ini menurunkan emisi di satu kota apalagi Jakarta, utamanya adalah penggunaan jenis BBM yang baik selain penggunaan angkutan umum seperti TransJakarta," katanya.

4. Kualitas udara Jakarta membaik pasca BBM naik

Foto aerial suasana kendaraan melintas di Bundaran HI, Jakarta, Senin (14/9/2020) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Sementara itu, Dirjen Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Luckmi Purwandari, mengatakan, berdasarkan pemantauan kualitas udara di sejumlah stasiun pemantauan, tercatat sejak September 2022 atau setelah harga BBM naik, terdapat perbaikan kualitas udara di Ibu Kota.

"Kami catat sejak September, sejak kenaikan BBM subsidi sampai saat ini, selama 65 hari kecenderungan kualitas udaranya (Jakarta) membaik," kata Luckmi.

Hal itu terlihat, ujar dia, dari nilai Indeks Standar Pencemaran Kualitas Udara di KLHK yang menurun.

"Kami belum hitung berapa persen penurunannya, tapi kualitas udaranya membaik (hasil pemantauan) di 6 stasiun kualitas pemantau udara di Jakarta," ujarnya.

Namun, kata Luckmi, pihaknya juga melihat bahwa tren pencemaran udara berasal dari kendaraan bermotor sehingga penyebab penurunan polusi tersebut bisa berasal dari dua hal.

"Bisa saja itu terjadi karena banyak masyarakat yang merasa BBM mahal terus naik kendaraan umum. Bisa juga karena BBM yang saat ini lebih baik kualitasnya," kata dia.

Baca Juga: Rencana Tarif Parkir Naik, Pemprov DKI Masih Kaji soal Revisi Pergub

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya