TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kritikus Azas Tigor Jadi Komisaris LRT, Pengamat: Pembungkaman Halus

Azas Tigor kerap mengkritik Pemprov DKI Jakarta

Azas Tigor Nainggolan, Sidang Class Action Banjir Jakarta 2020 (IDN Times/Lia Hutasoit)

Jakarta, IDN Times - Nama Azas Tigor Nainggolan baru-baru ini menjadi sorotan setelah resmi diangkat menjadi Komisaris PT Lintas Raya Terpadu (LRT) Jakarta pada 21 Maret 2023.

Padahal sebelumnya pria yang akrab disapa Tigor ini kerap mengkritik kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terutama di bidang transportasi.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai pengangkatan Tigor sebagai komisaris untuk meminimalisir kritikan yang kerap dilayangkan Tigor ke pemerintah.

"Iya kelihatannya seperti itu ya, jadi untuk meminimalisir kritikan agar tidak banyak dilakukan oleh pak Azas Tigor, ya salah satunya dengan dijadikannya sebagai komisaris," ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (27/3/2023).

Baca Juga: Heru Ajak Menteri Korsel Jajal LRT, Langkah Awal Investasi 

1. Sudah jadi pola umum pemerintah daerah

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengumpulkan Wali Kota, Lurah sampai Camat di Taman Ismail Marzuki. (dok. Humas Pemprov DKI Jakarta)

Ujang mengatakan tindakan tersebut sebenarnya merupakan hal yang biasa yang dilakukan pemerintah daerah, termasuk Pemprov DKI.

"Saya melihatnya seperti pola umum saja yang dilakukan oleh Heru ya kepada para pengkritiknya, salah satunya kepada Azas Tigor untuk diberikan tempat di komisaris PT LRT," imbuhnya.

2. Membungkam pengkritik sudah dilakukan pejabat orde baru

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin (IDN Times/Rochmanudin)

Ujang menambahkan pola tersebut sebenarnya sudah dilakukan pejabat di masa orde baru sampai saat ini untuk membungkam pengkritik.

"Ini sesuatu yamg umum dilakukan oleh pejabat untuk membungkam para pengkritiknya gitu, ini terjadi di masa orde baru hingga masa kini, dimana kalau ada orang yang kritis dimanapun dia ditarik dan dirayu dikasih tempat," terangnya.

Baca Juga: Heru Mutasi 20 Pejabat Pemprov DKI, 'Bersih-Bersih' Orang Anies?

3. Kritikus tidak lagi mengkritik karena jadi bagian pemerintah

Ilustrasi/Warga melintas di samping mural bertema kritik sosial di Jalan Cikaret, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, pada 3 Oktober 2019. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Dengan demikian, lanjut Ujang, pengkritik tersebut tidak lagi kritis karena sudah menjadi bagian dari pemerintah daerah.

"Hal yang tidak bagus ketika para pengkritik itu ditarik dijadikan komisaris, kalau pengkritik dijadikan itu semua, maka lalu siapa yang akan menjadi kritikus? atau yang bisa mengawal atau mengawasi pemerintah daerah DKI Jakarta," ungkapnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya