TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Miris, Dua Balita di Kalteng Stunting akibat Konsumsi Air Mentah

Sebanyak 5.041 keluarga di Sukamarta berisiko stunting

Ilustrasi anak stunting (ANTARA FOTO)

Jakarta, IDN Times - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah, dan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) menemukan dua balita di Desa Karta, Kecamatan Sukamara, Kabupaten Sukamara, menderita stunting.

Salah satu faktor penyebab stunting dari hasil audit tersebut, adalah sebagian besar masyarakat yang kerap meminum air mentah, atau air tanpa dimasak terlebih dahulu.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKKBN Perwakilan Kalimantan Tengah, Dadi Ahmad Ruswandi, bersama Ketua TPPS yang juga Wakil Bupati Sukamara, Ahmadi, mengunjungi balita penderita stunting tersebut.

Baca Juga: Gerakan Bumil Sehat, Upaya Cegah Stunting Sejak Kehamilan

1. Dua balita stunting ditemukan berdasarkan hasil audit

Ilustrasi upaya pencegahan stunting. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Dadi mengatakan kunjungan kepada keluarga berisiko stunting tersebut, sebagai tindak lanjut dari hasil Audit Kasus Stunting di Kabupaten Sukamara yang telah dilaksanakan pada September dan Oktober 2022. Hasil Audit itu, menurut dia, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi serta kunjungan lapangan.

“Saya berharap Tim Pendamping Keluarga bekerja sama dengan pakar dan ahli, agar benar-benar mendampingi dan memastikan semua sasaran yang berisiko stunting mendapatkan intervensi yang tepat sesuai faktor risiko,“ kata Dadi dalam siaran tertulis, Jumat (23/12/2022).

2. Penyebab risiko stunting mulai ibu dan ayah merokok, serta mengonsumsi air mentah

ilustrasi cukai rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Saat ini, prevalensi stunting di Kabupaten Sukamara berada pada angka 24,7 persen. Prevalensi ini berada pada urutan keempat terendah dari 14 kabupaten/kota.

Berdasakan Audit Kasus Stunting, balita penderita stunting diidentifikasi penyebab risiko yaitu ibu dan ayah merokok, mengonsumsi air mentah, dan sanitasi yang kurang baik.

"Selain itu, banyakya jumlah anggota di rumah, ibunya memiliki riwayat Kekurangan Energi Kronis (KEK), ibu tidak telaten memberi makanan pada anak, faktor ekonomi yang kurang, rumah kurang pencahayaan, tidak memiliki jamban dan air bersih," kata Dadi.

Baca Juga: PBNU Siap Bantu Kemenkes Tangani Laju Stunting Indonesia

3. Balita risiko stunting karena mainutrisi

Hasil Pendataan Keluarga 2021 (PK-21), BKKBN mencatat jumlah keluarga di Kabupaten Sukamara adalah 13.111 keluarga. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5.041 keluarga berisiko stunting. Sebanyak 1.291 keluarga memiliki baduta (0-23 bulan), sebanyak 2.553 keluarga memliki balita (24-59 bulan), dan 395 ibu hamil.

Berdasakan Sensus Penduduk Indonesia 2021, Kabupaten Sukamara berpenduduk 63.464 jiwa.

"Berdasarkan hasil audit kasus stunting dan monitoring, kedua balita risiko stunting dengan indikasi dan penyebab risiko karena mainutrisi, berkaitan dengan asupan energi dan protein yang kurang ditandai dengan berat badan tampak kurus (BB/U) gizi kurang dan pendek," kata Dadi.

"Selain itu, ibu juga terpapar rokok, dengan usia melahirkan masuk pada risiko tinggi dengan usia 42 tahun, jarang mengonsumsi protein hewani dan nabati," imbuhnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya