TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Panjang Muhammadiyah di Indonesia, Sudah Tahu Belum?

Muhammadiyah salah satu organisasi Islam terbesar di sini

Logo Muhammadiyah. (muhammadiyah.or.id)

Jakarta, IDN Times - Muhammadiyah didirikan pada mulanya di Yogyakarta pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 menurut kalender Masehi. Ia didirikan oleh Muhammad Darwis atau juga akrab dikenal sebagai Kiai Haji Ahmad Dahlan.

Dilansir dari situs resmi mereka, kata "Muhammadiyah" berarti "pengikut Nabi Muhammad". Awal mula Muhammadiyah lahir, bermula saat Kiai Dahlan pulang menunaikan ibadah haji dari Tanah Suci di 1903.

Kiai Dahlan melihat masyarakat hidup penuh maksiat dan syirik, sehingga dia mulai menyemaikan benih pembaruan untuk membersihkan akidah Islam dari segala macam hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Berikut sejarah Muhammadiyah Indonesia yang harus kamu tahu.

Baca Juga: Muhammadiyah Mundur dari POP Bentukan Nadiem, Ada Apa?

1. Kiai Ahmad Dahlan ingin memberikan pembaharuan melalui pendidikan Islam

Ilustrasi kegiatan belajar anak madrasah. Dok. IDN Times

Langkah pembaruan Kiai Dahlan yakni merintis pendidikan modern yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kiai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek iman dan kemajuan sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya.

"Lembaga pendidikan Islam modern bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam modern itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum," tulis Kuntowijoyo.

2. Muhammadiyah bukan sekadar pendidikan namun berkembang jadi organisasi

Kyai Ahmad Dahlan m.muhammadiyah.or.id

Kemudian, embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan muncul dari hasil interaksi Kiai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo.

Mereka menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kiai Dahlan tidak diurus oleh sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan meski setelah beliau nanti wafat.

Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kiai Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu yang menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui salat istikharah (Darban, 2000: 34).

"Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kiai atau dunia pesantren," tulis Adaby Darban.

3. Muhammadiyah memayungi Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah

Ilustrasi siswa madrasah diniyah. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Selain itu, menurut Adaby, adanya organisasi Muhammadiyah juga untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah yang didirikannya pada 1 Desember 1911.

Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan kegiatan Kiai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam yang dikembangkan Kiai Dahlan secara informal di beranda rumahnya.

Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta, akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama Muhammadiyah.

Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912, yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914.

Baca Juga: Ahmad Dahlan Kerahkan Tenaga hingga Harta Sebarkan Nilai Muhammadiyah 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya