TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dukung Food Estate, Kementan Optimalisasi Lahan di Kalimantan Tengah

Peran korporasi dibutuhkan untuk mendukung food estate

Ilustrasi lahan pertanian (IDN Times/Nana Suryana)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, Kementerian Pertanian akan memaksimal lahan (optimalisasi lahan) yang ada di Kalimantan Tengah untuk mendukung terbentuknya food estate. Hal itu karena peran korporasi dibutuhkan untuk mendukung pengembangan food estate dengan tujuan memperkuat ketahanan pangan nasional.

“Kementerian Pertanian tidak berencana melakukan pencetakan lahan sawah baru di lahan gambut. Rencana pengembangan food estate kita lakukan dengan memanfaatkan lahan-lahan yang dahulu pernah dicetak untuk pertanian. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga ketahanan pangan nasional,” ujar Mentan SYL pada Webinar 2 Universitas Palangka Raya dengan tema ‘Ketahanan Pangan Masa Pandemi dan Pasca-COVID-19’, Rabu (24/6).

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, yang menjadi pembicara di Webinar Universitas Palangka Raya mengatakan, peran korporasi sangat dibutuhkan untuk mendukung kegiatan food estate di Kalimantan Tengah, termasuk dengan memanfaatkan lahan rawa. 

1. Dalam upaya mengembangkan food estate, korporasi mesti dilibatkan

IDN Times/Kementan

Dedi juga mengatakan, kegiatan optimalisasi lahan rawa di Kalimantan Tengah merupakan program di tahun 2020 yang meliputi lahan seluas 164.598 hektare (ha). Untuk kegiatan Intensifikasi/bantuan saprodi seluas 85.456 ha dan ekstensifikasi (saprodi dan optimalisasi lahan) seluas 79.142 ha.

“Ada sejumlah faktor pendukung keberhasilan optimalisasi lahan rawa. Yang pasti sistem kepemilikan lahan harus jelas, kemudian infrastruktur dan biaya usaha tani mahal, waktu yang dibutuhkan cukup lama, tenaga kerja terbatas. Oleh karena itu, dibutuhkan korporasi atau perlu dukungan kelembagaan, juga pemerintah, pendampingan intensif, dan kesiapan off taker,” tuturnya.

Dedi menjelaskan, korporasi harus dilibatkan dengan harapan akan saling mendukung dalam upaya mengembangkan food estate.

“Pengembangan pertanian di lahan rawa tidak mudah. Butuh biaya yang tidak sedikit, makanya harus ada peran korporasi agar semua saling mendukung. Petani bisa terbantu dan pihak korporasi juga diuntungkan,” katanya. 

2. Kunci keberhasilan di lahan rawa adalah sistem tata air mikro

IDN Times/Kementan

Fungsi korporasi dalam kegiatan food estate adalah melakukan pengolahan sekunder, gudang dan distribution center, pemasaran (koperasi sekunder/PT). Termasuk penyediaan market buat hasil panen petani.

Menurut Dedi, kunci keberhasilan di lahan rawa adalah sistem tata air mikro. Intinya bagaimana air bisa mengalir. Kalau air tidak bisa mengalir, justru tidak baik. 

“Ada sistem aliran satu arah, ada juga tabat dengan kayu ulin yang dilakukan pada optimalisasi lahan tahun 2018, juga tabat dengan pipa pada optimalisasi lahan tahun 2018,” papar Dedi.

Lebih lanjut Dedi menyampaikan di lahan rawa umumnya jumlah penduduk sedikit. Untuk itu, penggunaan alat dan mesin pertanian bisa menjadi kunci, baik alsintan prapanen maupun pascapanen.

3. COVID-19 menghadirkan ancaman krisis pangan akibat penurunan permintaan produk pertanian

Istimewa

Sementara itu, Dedi menilai COVID-19 sudah meluluhlantakkan seluruh sektor kehidupan, termasuk pertanian. Sistem produksi terganggu akibat COVID-19, begitu juga sistem distribusi, transportasi, dan pemasaran. 

“Dampaknya luar biasa bagi petani dan seluruh masyarakat Indonesia. Apalagi permintaan menurun akibat tutupnya rumah makan, pasar, dan mal. Padahal produksi tidak berhenti,” tuturnya.

Menurut Dedi, COVID-19 juga menghadirkan ancaman krisis pangan akibat gangguan suplai pangan dan penurunan permintaan produk pertanian. Bukan itu saja, daya beli masyarakat juga turun, ketersediaan pangan pun terancam.

“Untuk mengantisipasinya, Kementan memiliki kebijakan dan program, seperti meningkatkan produktivitas pangan pokok/strategis, memperlancar distribusi pangan, mempermudah akses transportasi, menjaga stabilisasi harga, juga mengembangkan buffer stock dan intervensi pasar seperti operasi pasar dan lainnya,” ujar Dedi.

Kementan juga memiliki strategi menghadapi COVID-19. Pertama adalah strategi SOS atau emergency, yaitu upaya Kementan untuk melakukan stabilisasi harga pangan, membangun buffer stock pangan utama di daerah, padat karya pertanian, social safety net, memberi fasilitas pembiayaan petani melalui KUR dan asuransi pertanian, dan memperluas akses pasar melalui pengembangan toko tani dan usaha kemitraan.

“Ada juga strategi temporary atau jangka menengah dengan memperluas akses pasar melalui pengembangan toko tani dan usaha kemitraan, serta strategi permanen atau jangka panjang dengan peningkatan produksi 7 persen per tahun, penurunan losses menjadi 5 persen, program intensifikasi dan ekstensifikasi di lahan rawa, penumbuhan pengusaha petani milenial, pengembangan korporasi petani, pengembangan B-30 dan kelapa sawit, pertanian 4.0, peningkatan ekspor 3 kali lipat, dan peningkatan NTP (nilai tukar petani),” jelasnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya