Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
"Indonesia sedang darurat pelecehan seksual!", "Hukum para predaktor seksual!", "Kebiri saja, jangan dikasih ampun!", kalimat-kalimat tersebut selalu dikumandangkan oleh banyak orang, terutama protes dari para netizen.
Tidak heran kemarahan terus berdatangan, karena kasus pelecehan ini tidaklah dilakukan satu atau dua orang saja, tapi beramai-ramai. Masalah kemanusiaan sang pelaku pun dipertanyakan. Namun, pernahkah membayangkan, bagaimana dengan orangtua pelaku yang terkesan tidak punya peran apa-apa?
Orangtua juga guru bagi anak-anak.
Orangtua menjadi panutan pertama dan utama dari anak-anak. Secara sederhana, jika orangtua berbuat jelek, maka anaknya tidak akan jauh berbeda tingkahnya. Peran orangtua penting untuk mengajarkan, memberitahu dan mengedukasi anaknya dalam tahap awal. Orangtua berperan penting untuk mengajarkan apa yang tidak atau belum didapat di sekolah dan lingkungan.
Baca Juga: Fakta-fakta Mengejutkan Kasus Yuyun yang Bikin Kita Tak Tega Mendengarnya
Orangtua seakan-akan lupa akan perannya.
Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh para remaja, baik di bawah umur ataupun sudah cukup umur, menjadi momok yang saat ini dihadapi Indonesia. Remaja-remaja tersebut terus disalahkan, terus didesak untuk mendapat hukuman. Namun, pernahkah terpikir, kemana orangtuanya? Kenapa tidak diberitahu mana yang baik dan mana yang buruk.
Contoh yang paling baru adalah saat remaja 13 tahun dicabuli oleh delapan remaja yang semuanya masih di bawah umur, di Surabaya. Salah satu dari pencabul itu adalah anak laki-laki berusia sembilan tahun yang mengaku hanya ingin tahu dengan bagian atas (dada) wanita. Kesenangannya itu pun didapat karena orangtuanya adalah pencandu seks dan pekerja seks.
Tidak heran semenjak belia dirinya sudah terkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran yang seharusnya diberitahu oleh orangtua, bukan langsung dipraktikkan begitu saja. Orangtuanya seakan-akan lupa bahwa anaknya ini butuh arahan, butuh tuntunan dalam hal seperti ini.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Orangtua menganggap anaknya tidak akan macam-macam.
Contoh kasus mengenaskan Yuyun di Bengkulu, pelaku-pelaku adalah remaja yang diketahui senang menonton film dewasa bersama. Mereka memiliki lokasi untuk akses internet cepat untuk menonton. Bagaimana dengan orangtuanya? Mengapa tidak tahu bahwa anak-anak mereka selalu mengakses video tersebut? Orangtua tidak berperan untuk mengawasi atau memberi perhatian pada anak terkait hal-hal seperti ini.
Remaja tersebut dianggap tidak akan berbuat berlebihan, tapi pada akhirnya, nafsu berhasil menutupi akal sehat. Mereka tidak diajarkan untuk mengontrol nafsu. Mereka tidak diawasi dalam pergaulan. Mereka tidak diberi, paling tidak, perhatian sederhana dari orangtua untuk mengedukasikan hal-hal tentang seks.
Baca Juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Sekarang Gadis 13 Tahun Dicabuli 8 Pemuda di Surabaya