3 Dampak Buruk Dinasti Politik Jika Terus Diterapkan di Indonesia
Ternyata bisa merusak demokrasi loh
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Putra sulung Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Gibran Rakabuming Raka, siap mencalonkan diri dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Solo pada 2020. Masuknya Gibran menambah deretan dinasti politik di Indonesia.
Meski secara undang-undang diperbolehkan, dinasti politik rupanya lebih banyak berdampak negatif dari pada sisi positifnya, jika terus dijalankan para penguasa di negeri ini.
Dosen ilmu politik Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Dwipayana mengatakan, akibat dinasti politik banyak pemimpin daerah menjadi politisi yang mempunyai pengaruh besar. Sehingga semua keluarga, termasuk anak dan istri, berbondong-bondong terlibat dalam sistem pemerintahan.
Baca Juga: 5 Tokoh yang Sukses Membangun Dinasti Politik di Indonesia
1. Dinasti politik dianggap hanya melenggangkan kekuasaan segelintir orang
Ari berpendapat dinasti politik hanya melanggengkan kekuasaan bagi segelintir orang. Karena partai politik lebih mengutamakan popularitas dan kekayaan, ketimbang kader partai yang memiliki kapabilitas.
“Pertama menjadikan partai sebagai mesin politik semata yang pada gilirannya menyumbat fungsi ideal partai, sehingga tak ada target lain kecuali kekuasaan,” kata Ari saat dikonfirmasi, Selasa (29/10).
"Dalam posisi ini, rekrutmen partai lebih didasarkan pada popularitas dan kekayaan caleg untuk meraih kemenangan. Di sini kemudian muncul calon instan dari kalangan selebriti, pengusaha, 'darah hijau' atau politik dinasti yang tidak melalui proses kaderisasi,” lanjut dia.
Baca Juga: Gibran Siap Maju Pilwalkot Solo, Ini 6 Hal Tentang Dinasti Politik