TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dinasti Politik Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan, Bawaslu: Ada Sanksi!

Sanksi pidana dan denda akan diberikan kepada paslon

Konpers Bawaslu terkait laporan hasil pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah Pilkada 2020 (Dok. Humas Bawaslu)

Jakarta, IDN Times - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Ratna Dewi Petalolo mengatakan, dinasti politik memiliki potensi besar dalam penyalahgunaan wewenang saat gelaran Pilkada Serentak 2020.

Menurut dia, dinasti politik bisa membuat dampak hukum berupa sanksi tegas dalam Pilkada kepada calon yang melanggar. Misalnya seperti politik uang atau pengerahan birokrasi yang membuat Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi tak netral.

"Apabila terbukti akan dijerat Pasal 188 atau Pasal 190 Juncto Pasal 71 UU Pemilihan Umum No.10 tahun 2016 dengan sanksi pidana penjara paling lama 6 bulan dan denda paling banyak 6 juta rupiah bagi pejabat negara yang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri mau pun daerah lain," kata Dewi melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (26/9/2020).

Baca Juga: DPR Bahas Tahapan Pilkada dengan Mendagri, KPU, dan Bawaslu

1. Dinasti politik kerap memobilisasi birokrasi untuk memilih kerabatnya dalam kontestasi Pemilu

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Dewi menuturkan, praktik penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang dilakukan oleh pasangan calon dengan cara memanfaatkan anggaran fasilitas atau program pemerintah oleh kerabat yang berkuasa, sangat rentan akan konflik kepentingan. 

"Atau juga bisa dengan cara memobilisasi birokrasi oleh kerabat yang berkuasa untuk mendukung kerabatnya yang lain pada kontestasi Pilkada," ujarnya. 

2. Dinasti politik merupakan bentuk elite mempertahankan kekuasaan

IDN Times/ Arif Rahmat

Dia menjelaskan, praktik dinasti politik dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan kekuasaan dengan cara mewariskan kedudukan atau jabatannya. Cara ini kerap dilakukan oleh banyak pihak untuk mendapatkan kekuasaan dan kepentingan kelompoknya berdasarkan kekerabatan.

"Politik dinasti merupakan bentuk upaya elite untuk mempertahankan kekuasaan satu berbagai kelompok keluarga memonopoli kekuasaan politik," tuturnya. 

Dewi mencontohkan politik dinasti yang dilakukan pada saat Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang Selatan tahun 2010, di mana terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon Airin Rachmi dan Benyamin Airin yang merupakan adik ipar dari Gubernur Banten yaitu Ratu Atut.

"Praktik politik dinasti tidak hanya terjadi di dalam pemilihan di tingkat nasional, namun masif terjadi di tingkat lokal," ujarnya. 

Baca Juga: Cegah Kerumunan Saat Penetapan Calon Kepala Daerah, Ini Upaya Bawaslu

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya