TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Insiden Matikan Mikrofon, Pengamat: Kepemimpinan Puan Belum Matang

Pemimpin yang matang harus terbuka pada suara anggotanya

Sidang Paripurna ke-6 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jakarta, IDN Times - Insiden mematikan mikrofon pada saat sidang pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, yang dilakukan Ketua DPR RI Puan Maharani pada Senin (5/10/2020) lalu menjadi sorotan publik.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, insiden tersebut menunjukkan kepemimpinan Puan kurang matang dalam memimpin sebuah organisasi besar kerakyatan.

Baca Juga: Puan Diduga Matikan Mikrofon Saat Demokrat Bicara, Ini Penjelasan DPR

1. Pemimpin yang matang harus terbuka pada suara anggotanya

IDN Times/Marisa Safitri

Lucius pun sangat menyesalkan adanya peristiwa itu. Sebagai seorang pemimpin,  Puan seharusnya bisa mendengarkan aspirasi yang disuarakan anggota di bawahnya.

“Insiden mematikan mik pada saat paripurna yang jelas menunjukkan kualitas kepemimpinan Puan yang belum matang. Pemimpin yang matang itu mestinya harus terbuka pada suara anggota, dan bahkan harus siap berargumentasi dengan anggota,” kata Lucius saat dihubungi IDN Times, Jumat (9/10/2020).

2. Pimpinan dan anggota DPR sederajat, insiden mematikan mik adalah tindakan sewenang-wenang

Suasana pembukaan Sidang Paripurna DPR RI masa persidangan IV, Senin (15/6) (Tangkapan layar TVR Parlemen)

Menurut Lucius, pimpinan DPR bukanlah seperti jenderal TNI yang memberikan arahan kepada anak buahnya secara tegak lurus dan satu komando. Sebab, kepemimpinan DPR itu fungsional.

“Dengan menjadi ketua, seorang anggota DPR tak lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan anggota DPR lain dalam konteks sebagai wakil rakyat. Karena itu tak bisa sewenang-wenang mematikan mik ketika ada anggota yang mau bicara,” kata dia.

3. Puan harusnya mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan

Ketua DPR RI Puan Maharani membuka Sidang Paripurna masa persidangan IV (Tangkapan layar TVR Parlemen)

Musyawarah dan mufakat dalam sebuah sidang DPR, kata Lucius, sangat memungkinkan adanya tukar menukar gagasan atau argumentasi sesuai dengan nilai Pancasila.

Lebih jauh, ia mengatakan, insiden mematikan mikrofon juga menunjukkan pengesahan UU Cipta Kerja adalah agenda pesanan dari pihak lain yang tak mau diganggu oleh protes, kritik, dan masukan yang bisa mengganggu kepentingan para pemesan untuk segera mengesahkan undang-undang tersebut.

“Mematikan mik hanya karena oposisi berbicara adalah tindakan yang melawan prinsip pembuatan pemufakatan sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila,” ujar Lucius.

Baca Juga: Azis Syamsudin Akui Suruh Puan Maharani Matikan Mikrofon Demokrat

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya