TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Konglomerat Tambang Batu Bara di Pusaran Bencana Banjir Kalsel 

41 persen kawasan hutan di Kalsel dikuasai izin tambang

Ilustrasi satu dari ribuan lubang tambang di Kaltim yang meminta direklamasi (Jatam.org)

Jakarta, IDN Times - Banjir besar yang terjadi di Kalimantan Selatan pada 12 Januari 2021 menimbulkan perdebatan panjang. Para pegiat lingkungan hidup mengklaim, banjir di 10 kabupaten/kota di Kalsel itu dampak dari alih fungsi lahan.

Berdasarkan catatan Sajogyo Institute, secara keseluruhan, setengah wilayah Kalsel telah dikuasai perusahaan ekstraktif, atau dari 3,7 juta hektare luas Kalsel, 50 persen wilayahnya telah dibebani perizinan industri ekstraktif perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara. 

Mudahnya perizinan disinyalir membuat alih fungsi lahan terus terjadi. Di bidang pertambangan saja misalnya, pemerintah pusat dan daerah memiliki berbagai regulasi, mulai dari Izin Usaha Pertambangan (IUP), Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Greenpeace Indonesia dalam laman resminya pun menyayangkan regulasi pemerintah justru memudahkan pengusaha batu bara. Regulasi seperti UU Minerba dan UU Cipta Kerja berpotensi memberi hak istimewa usaha tambang. Kebijakan itu seolah berseberangan dengan kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

1. Tumpang tindih izin tambang dan penggunaan lahan di Kalimantan Selatan

Ilustrasi lubang bekas tambang (Dok.IDN Times/Istimewa)

Hasil riset Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) melalui analisis tumpang tindih izin tambang dengan penggunaan lahan di Kalsel mencatat, dari total izin tambang seluas 1.183.430,90 hektare, sebanyak 8.777,38 hektare berada di wilayah pemukiman, 251.726,03 hektare berada di wilayah pertanian dan perikanan, 464.921,00 hektare masuk di kawasan hutan, dan seluas 46.789, 00 hektare izin tambang berada di Wilayah Adat.

Catatan itu menunjukkan banyaknya wilayah tambang yang berada di atas ruang hidup masyarakat.

Eksplorasi tambang batu bara di Kalimantan Selatan, erat kaitannya dengan nama-nama konglomerat asal sana. Wilayah tersebut bahkan dikenal sebagai kampunya haji kaya raya dengan sebutan "Haji Batu Bara."

Mengutip dari Sajogyo Institute karya Almarhum Tommy Apriando berjudul Emas Hitam Dalam Cengkeraman Para Haji: Dari Pesta Pora, Kuasa Modal, Hingga Ancaman Meratus, sejumlah nama pengusaha batu bara bergelar haji mendominasi bisnis batu bara di Kalsel. Mereka hidup mewah bergelimang harta di tengah kerusakan lingkungan dan kemiskinan masyarakat sekitarnya.

Deretan konglomerat bergelar "Haji Batu Bara" di sana adalah Muhammad Hatta atau biasa disapa Haji Ciut, Abdussamad Sulaiman atau kerap dipanggil Haji Leman, Zaini Mahdi yang akrab disapa Haji ljai, Muhammad Ramlan dikenal Haji Ramlan dan satu lagi sosok haji yang paling dikenal di Tanah Bumbu, yakni Andi Syamsuddin Arsyad atau dikenal Haji Isam.

 

Baca Juga: 51.000 Warga Terdampak Banjir Kalimantan Selatan, Ribuan Mengungsi

2. Sepak terjang "Haji Batu Bara" merajai bisnis tambang di Kalsel

Ilustrasi tongkang angkut batu bara. IDN Times/Mela Hapsari

Andi Syamsuddin Arsyad merupakan CEO Jhonlin Group yang memiliki tambang batu bara seluas lebih dari 13 ribu hektare. Sebagian besar masyarakat di Kalimantan Selatan mengenal konglomerat ini dengan sebutan Haji Isam. la dan keluarganya bahkan dikenal sebagai pengusaha kelas kakap di tingkat nasional.

Sajogyo Institute mengungkap, melalui perusahaanya Haji Isam bisa menambang hingga 400 ribu ton batu bara per bulan dan meraup omzet hingga Rp40 miliar per bulan.

Kini pengusaha yang mengawali karirnya sebagai supir truk tersebut, punya lini bisnis yang menggurita. Jhonlin Group ini memiliki beberapa lini bisnis dan unit usaha yang bergerak di berbagai bidang, sebut saja PT Jhonlin Baratama, PT Jhonlin Marine and Shipping, hingga PT Jhonlin Air Transport.

Ada lagi PT Jhonlin Agro Mandiri yang menjadi lini bisnis penting Haji Isam di bidang pengolahan karet dan minyak sawit mentah. Selain itu, ia juga ternyata memiliki penyewaan jet pribadi yang jumlahnya cukup banyak untuk dijadikan bisnis baru.

Hobinya di dunia balap offroad membuat Haji Isam serius membentuk tim bernama Jhonlin Racing Team. Ia bahkan rela merogoh kocek cukup dalam demi menginvestasikan banyak mobil seharga miliaran rupiah hingga mesin-mesin bengkel canggih untuk timnya.

Selain dia, "Haji Batu Bara" lainnya yang tak kalah tenar adalah Haji Ciut. Ia merupakan raja tambang batu bara dari Tanah Banua, plus salah satu pemilik PT Batu Gunung Mulia Binuang. Perusahaan itu konon sanggup memproduksi 2 juta ton batu bara dalam setahun. 

Namanya mulai mencuat ke publik usai pernikahan anaknya yang luar biasa heboh di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Pesta tersebut berlangsung 10 hari tanpa henti. Tidak tanggung-tanggung, pengantinnya diarak menggunakan mobil mewah harga miliaran.

Pria kaya raya itu juga menggelar hajatan bertema Gemerlap Hiburan Rakyat dengan mengundang Rhoma Irama, Ayu Ting Ting, Afgan, Zaskia Gothic, Wali Band, Team Lo, dan lainnya. Sebagai seorang yang tajir melintir, Haji Ciut juga dikabarkan memiliki rumah istana dan koleksi mobil yang fantastis.

Ada lagi Haji Zaini Mahdi atau yang akrab dipanggil Haji ljai. Ia merupakan kakak kandung dari Haji Ciut yang juga gaian dari PT Batu Gunung Mulia. Kedua bersaudara ini acap kali disebut sebagai ikon Kota Binuang.

Walau izin pertambangan PT Batu Gunung Mulia sempat habis pada 2014 silam, kedua kakak beradik ini tak menghentikan bisnis batu baranya. Keduanya mendirikan PT Binuang Mitra Bersama untuk mendapat izin baru.

Para "Haji Batu Bara" ini juga tidak hanya mengantongi izin pertambangan, mereka mengantongi trading. Artinya, mereka juga bisa melakukan jual beli batu bara. Tak heran kalau keduanya dikabarkan punya rumah yang di dalamnya ada helipad.

Klien tetap mereka di antaranya PT Kalimantan Prima Persada/KPP (anak usaha dari PT Pama Persada Nusantara), PT Pama Persada Nusantara, Semen Indonesia, PLN, dan industri lainnya.

3. Catatan Walhi menyebut 41 persen kawasan hutan di Kalsel dikuasai izin tambang

IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Jika menilik ancaman dari maraknya pertambangan terhadap kerusakan lingkungan di kalimantan Selatan, kita bisa melihat beberapa laporan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel.

Berdasarkan laporannya, seluas 399 ribu hektare atau 41 persen dari 984.791 hektare kawasan hutan di Kalsel telah dikuasai izin tambang. Dengan demikian, 41 persen hutan di Pegunungan Meratus dan hutan lainnya di Kalsel dibebani izin tambang.

Faktanya, dalam kawasan hutan tersebut terdapat sungai, yang selama ini menjadi salah sebuah tumpuan hidup sebagian besar masyarakat. Hal tersebut juga menjadi ancaman serius bagi kelestarian sumber daya air di Kalsel. Bahkan diperkirakan ratusan kilometer sungai sudah berubah menjadi areal pertambangan. 

Tidak hanya sumber air. Pertambangan juga telah mengancam kawasan pegunungan Meratus. Kini, tambang telah menguasai 33 persen luas Kalimantan Selatan dan 17 persen lainnya dikuasai izin perkebunan.

Hal itu diperburuk dengan data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) melalui citra setelit. Mereka melaporkan penemuan sebanyak 814 lubang di Kalimantan Selatan milik 157 perusahaan tambang batu bara. Sebagian lubang berstatus tambang aktif, dan sebagian lagi telah ditinggalkan tanpa reklamasi.

Lalu, apakah tambang jadi penyebab kerusakan lingkungan, termasuk salah satunya banjir?

Baca Juga: 3 Instruksi Jokowi untuk Penanganan Banjir di Kalimantan Selatan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya