TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tapak Tilas Etnis Tionghoa dan Perayaan Imlek di Indonesia

Belanda mengadu domba kaum pribumi dan etnis Tionghoa

Antara Foto

Jakarta, IDN Times - Meskipun telah menetap lama di bumi Nusantara, namun etnis Tionghoa masih saja disebut sebagai pendatang oleh sebagian pribumi di Tanah Air.  Apa yang melatarbelakangi hal ini?

Banyak sekali masalah yang memicu kebencian terhadap etnis Tionghoa, antara lain kesenjangan sosial hingga yang paling parah adalah banyak yang menyebut etnis ini sebagai agen komunis di Indonesia.

Terlebih pada 2017, ketika pertarungan politik Pilkada DKI Jakarta yang membuat tensi masyarakat memanas, karena kasus penistaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang merupakan warga keturunan etnis Tionghoa.

Terlepas dari segala masalah tersebut, banyak catatan sejarah yang melatar belakangi masuknya etnis Tionghoa ke Indonesia. Jejak perjungan mereka melawan penjajah Belanda di bumi Nusantara juga ikut menorehkan sejarah di Tanah Air.

Baca juga: 14 Hal yang Perlu Dilakukan Agar Beruntung Saat Merayakan Imlek

1. Etnis Tionghoa masuk Indonesia sebelum pejajahan Belanda

kemanaajaboleeh.com

Menurut sejarawan Didi Kwartanada, etnis Tionghoa masuk ke Indonesia lebih dulu bila dibandingkan dengan Belanda yang dalam sejarah telah menjajah negara kita selama kurang lebih 3,5 abad lamanya.

“Sejak awal abad ke-5 Masehi, pada 4014, etnis Tionghoa yang sedang melakukan pelayaran ke India, namun dalam perjalanannya terdampar di Jawa, namun kala itu masih sedikit jumlahnya,” ujar Didi kepada IDN Times, baru-baru ini.

Etnis Tionghoa mulai menyebar ke daratan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, setelah jatuhnya Dinasti Ming. Dari sana lah mulai berdatangan etnis tionghoa ke Tanah Air.

“Pada 1644 Dinasti Ming mengalami kehancuran dan runtuh, selanjutnya berdiri Dinasti Qing yang menggantikannya. Pada masa itu jalur perdangangan dengan Asia Tenggara dibuka kembali. Dengan dibukanya perdagangan tersebut, maka imigran, khususnya Provinsi Hokkian atau Fujian mulai mengalir keluar. Dari daerah tersebut imigran tersebar di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia,” kata Didi.

Menyebarluasnya etnis Tionghoa di Tanah Air dilatarbelakangi urusan perdagangan. Perantau yang didominasi oleh kaum pria ini kemudian seiring perjalanannya berbaur dengan masyarakat lokal dan hidup dengan damai.

“Kedatangan Tionghoa tak lepas dari kerajaan di Nusantara demi urusan perdagangan. Orang Tionghoa hampir tak membawa keluarga dan istri, karena perempuan dilarang keluar dari Tiongkok. Akhirnya, etnis Tionghoa semakin membaur dengan penduduk lokal dan terjadilah pernikahan,” kata Didi.

2. Bukan cuma perdagangan, etnis Tionghoa juga membawa ilmu pemerintahan

Antara Foto

Rupanya bukan hanya perdagangan yang ditawarkan oleh pendatang Tionghoa, melainkan juga ilmu pemerintahan. Etnis Tionghoa tercatat banyak membantu dalam bidang pemerintahan, khususnya kerajaan-kerajaan di Jawa.

“Kedatangan Tionghoa banyak tercatat di Prasasti di Jawa, dalam sebuah Prasasti Perunggu yang ditemukan di Jawa Timur pada Tahun 860, ditemukan istilah juru China yang menunjukan adanya jabatan yang dipegang oleh Tionghoa di sana. Motif kain sutra Tiongkok di Relief Candi Sewu juga menjadi bukti pengaruh kebudayaan Tionghoa,” kata Didi.

Seiring perjalanannya, para imigran dari Tiongkok terus berbaur dan menetap serta memiliki keturunan di Nusantara. Bahkan, tidak pernah kembali lagi ke negeri asalnya. Mereka banyak yang memeluk agama Islam dan mengikuti adat istiadat penduduk asli. 

“Pada 1863 ada sekitar 5.000 orang Tionghoa yang tiba di Batavia atau Sunda Kelapa. Seorang Tiongkok muslim bernama Mahuan yang membuat catatan saat ikut ekspedisi Cheng Ho, menyebutkan bahwa pedagang muslim Tionghoa banyak menghuni kota dan ibu kota kerajaan Majapahit pada Abad ke-15,” tutur Didi.

Pada perkembangan selanjutnya, hubungan Tionghoa dengan etnis lokal mengalami pasang surut, lebih-lebih dengan adanya politik adu domba oleh Belanda. Penjajah yang tahu bahwa Tionghoa bisa diperah uangnya, memposisikan mereka sebagai warga kelas dua di atas warga pribumi.

Mungkin, kata Didi, sebabnya etnis Tionghoa dipandang oleh orang pribumi sebagai antek penjajah dan tidak pro perjuangan pribumi. Sementara, pada saat yang sama kaum Tionghoa terhimpit oleh kaum penjajah.

Baca juga: Tidak Merayakan Imlek Bareng Keluarga, Ahok Hanya Dapat 'Angpau' Cokelat

 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya