Sengketa KPU dengan OSO Belum Rampung, Ini Lika-liku Kasusnya
KPU pertimbangkan beberapa opsi terkait kasus OSO.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kasus Oesman Sapta Odang (OSO) yang namanya dicoret dari Daftar Calon Tetap (DCT) anggota Dewan Pimpinan Daerah RI oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), masih belum rampung. Usai menang gugatan di PTUN Jakarta hingga saat ini, KPU masih menggantung nasib OSO.
Ketua KPU Arief Budiman mengungkapkan, pihaknya masih mempertimbangkan beberapa opsi untuk memutuskan nasib Ketua Umum Partai Hanura itu. Menurutnya, semua komisioner belum memiliki suara yang sama terkait hal tersebut.
"Belum ada (keputusan), kami sudah merumuskan beberapa opsi terbaik. Nantinya semua komisioner tak akan memiliki suara yang berbeda. Jadi nanti kami akan membahas opsi mana yang risikonya paling kecil dan mudah diimplementasikan, serta semua pihak bisa menerima keputusan itu," kata Arief kepada wartawan, Jumat (30/11).
Baca Juga: Debat Capres-Cawapres Digelar 5 Kali, KPU Masih Godok Isu
1. Awal mula kasus OSO disebabkan terbitnya peraturan dari Mahkamah Konstitusi
Polemik mengenai pencalonan OSO bermula saat Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan peraturan Nomor 30/PUU-XVI/2018 pada 23 Juli 2018 lalu. Peraturan itu menjelaskan bahwa calon DPD tak boleh diisi oleh pengurus partai politik atau bisa dibilang rangkap jabatan.
Jadi, dalam hal ini anggota partai politik yang mencalonkan diri menjadi calon anggota DPD harus mengundurkan diri dari kepengurusan parpol untuk bisa terdaftar di DCT.
Menindaklanjuti peraturan MK tersebut, KPU pun langsung membuat surat edaran pada 10 September lalu untuk meminta OSO mengundurkan diri dari kepengurusan partai, paling lambat, Rabu (19/11) pukul 24.00 WIB. hanya saja, pihak OSO tak mengindahkannya sehingga membuat status pencalonannya di DPD digugurkan KPU.
Baca Juga: Bisakah E-voting Diterapkan di Pemilu Indonesia? Ini Kata KPU