TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Anak-Anak Papua, Kelompok Minoritas dan Terisolasi 

Banyak yang tak sekolah karena membantu orang tua di kebun

wahanavisi.org

Sorong, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mengatakan anak-anak di tanah Papua--utamanya di wilayah pegunungan-- merupakan kelompok minoritas dan terisolasi. Sebab, masih ada anak-anak yang tidak bersekolah lantaran harus membantu orangtua mereka di kebun. Padahal, mereka harus mempunyai akta kelahiran, akses terhadap kesehatan dan pendidikan.

"Anak kelompok minoritas dan terlisolasi memiliki hak yang sama seperti anak-anak lainnya. Negara harus hadir dalam memberikan perlindungan khusus dan memerhatikan tubuh kembang mereka," ujar Yohana saat berdialog dengan Pendamping Anak Kelompok Minoritas di Kota Sorog, Papua Barat, Selasa (26/2).

1. Hentikan pelabelan anak asli Papua dan anak non-Papua

Dok.IDN Times/Istimewa

Yohana mengatakan, anak-anak kelompok minoritas dan terisolasi harus diselamatkan. Jika tidak, tanah Papua akan rugi. Dia pun mengimbau untuk menghentikan pelabelan “anak asli Papua” atau “anak non-Papua”.

"Mari kita saling bergandengan tangan memutus mata rantai kekerasan dan diskriminasi terhadap anak-anak minoritas dan terisolasi," kata dia.

2. Orangtua juga perlu mendapat pendampingan

Dok.IDN Times/Istimewa

Salah satu pendamping anak kelompok minoritas, Lei Osok mengatakan, anak bisa saja merasa minoritas dan terisolasi saat dikekang dan diperlakuan kasar oleh orang tuanya. Akibatnya, mereka merasa tidak percaya diri ketika berada di tengah masyarakat. Lei pun mengimbau agar Kemen-PPPA tidak hanya memberikan pendampingan kepada anak-anak kelompok minoritas dan terisolasi saja, namun juga kepada para orangtua.

"Itu agar dapat memotivasi dan mendidik anak-anaknya dengan baik. Semua juga berawal dari keluarga," kata Lei.

Baca Juga: Mahar di Papua Tinggi, Banyak Perempuan Melahirkan Tanpa Pernikahan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya