TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belum Siap Menikah, Ini 3 Solusi dari Penggagas Indonesia Tanpa Pacaran

Putuskan atau halalkan?

IDN Times/Sukma Shakti

Bekasi, IDN Times – Penggagas "Gerakan Nikah Muda dan Indonesia Tanpa Pacaran" La Ode Munafar mengimbau para generasi muda untuk meninggalkan budaya pacaran.

Menurutnya, pacaran berpotensi merusak seseorang, baik secara fisik maupun mental. Kendati gerakan ITP menuai kontroversi di tengah masyarakat, Munafar tetap yakin pacaran hanya akan membawa dampak negatif.

Namun demikian, menikah bukan satu-satunya solusi untuk mencegah zina. Lantas, solusi apa yang ditawarkan gerakannya tersebut?

Baca juga: DPR Ajak Pemerintah Mencari Solusi Terbaik dari Gerakan Indonesia tanpa Pacaran

1. Membentengi diri dengan berpuasa

IDN Times/Sukma Shakti

Menurut Munafar, tren nikah muda berbeda dengan tren berhijrah. Ketika gerakannya mengajak orang untuk berhijrah ke jalan yang lebih baik, bukan berati dia harus menikah saat itu juga.

“Solusi dalam cinta gak hanya nikah, karena kata rasul kalau kita sudah sanggup ya menikahlah, kalau belum sanggup ya puasalah alias jomblo. Jadi bagi anak muda yang sudah berhijrah dengan memutuskan pacarnya atau berhijab syar’i, kelanjutannya bukan berarti menikah muda. Bagi kami ada solusi ketika tak sanggup (menikah) yaitu puasa. Hanya ada dua pilihan, putuskan (pilih jomblo) atau halalkan (dengan menikahi),” ungkap Munafar saat ditemui IDN Times usai deklarasi ITP di Islamic Center Bekasi, Minggu (15/4).

2. Bukan soal usia, tapi kematangan mental

IDN Times/Sukma Shakti

Ketika ditanya terkait batasan usia menikah muda, Munafar tak menjawab secara pasti. Dia tak membuat standar usia meskipun secara hukum negara ada pembatasan. Bagi penulis 62 buku motivasi tersebut, standar orang menikah bukan pada usia, tapi ketika anak muda sudah mampu. Tak hanya dari segi materi, fisik, atau keturunan, tetapi siap memikul hak dan kewajibannya sebagai suami atau istri.

“Inti dari pernikahan bagi  yang mau bahagia, mau mendapatkan kehidupan keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah adalah melaksanakan hak dan kewajiban bagi suami atau istri. Berbicara mampu tidaknya (menikah) berarti soal keyakinan dan keimanan, apakah dalam diri kita sudah sanggup menikah atau belum, bukan soal usia,” ujarnya.

Baca juga: DPR Ajak Pemerintah Mencari Solusi Terbaik dari Gerakan Indonesia tanpa Pacaran

 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya