TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Miris Gadis 11 Tahun Dicekoki Paham Radikal

Paham ini sudah melekat begitu rupa di dalam pikiran mereka

IDN Times/Indiana Malia

Jakarta, IDN Times - Paham radikal rupa-rupanya amat membahayakan jika telah menancap kuat dalam diri seseorang. Hal itu dirasakan oleh Kepala Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani Bambu Apus Neneng Heryani saat menangani 87 deportan WNI dari Turki pada 2017. 42 di antaranya adalah anak-anak.

"Jelas membahayakan. Penganut paham takfiri itu kan menganggap orang-orang di luar kelompoknya adalah kafir, boleh dibunuh," ujar Neneng saat ditemui di kantornya, Senin (21/5).

Baca juga: RUU Antiterorisme Tersendat, Ketua DPR Galau DPR Dijadikan Kambing Hitam

1. Satu keluarga ditangkap otoritas Turki

IDN Times/Indiana Malia

Neneng mengisahkan, ada satu keluarga yang berniat ke Suriah. Mereka terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak. Namun, keinginan menyeberang ke Suriah itu berhasil digagalkan oleh otoritas Turki.

"Saat itu ada penggerebekan dari otoritas Turki. Orangtua itu dipenjara bersama anak sulung, sementara anak terakhirnya ketinggalan. Perempuan, masih 11 tahun," kata Neneng.

Saat penggerebekan, imbuhnya, gadis cilik tersebut tengah mengikuti kajian di tempat lain. Ketika ditangkap, dia ditempatkan di rumah perlindungan anak bersama anak-anak lain. Ketika keluarganya dideportasi ke Indonesia, dia masih di Turki sebelum akhirnya turut dipulangkan bersama satu anak WNI lainnya.

"Anak itu ditanyain sama Densus 88 Anti Teror, diapain aja selama di Turki. Katanya, dia diajarin merokok dan hal-hal gak bener lainnya," tuturnya.

2. Melakukan baiat anak-anak Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP)

IDN Times/Indiana Malia

Sesampainya di Indonesia, dia menjalani trauma healing selama dua minggu di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani Bambu Apus, Jakarta Timur. Sementara, kedua orangtua dan kakaknya menjalani proses hukum. Selama menjalani perawatan, Neneng mengaku kesulitan menangani gadis tersebut.

"Dogma radikal yang dia terima sangat kuat. Walau masih kecil, dia kerap memengaruhi anak-anak lain. Mereka diam-diam dibaiat, disuruh bangun malam-malam, ya aneh-aneh aja lah pokoknya. Anak-anak lain baru cerita saat dia sudah dipulangkan," tutur Neneng.

Neneng mengatakan, dogma paham takfiri bisa melekat kuat karena si anak tersebut tidak diberikan pendidikan formal. Selama di Turki, dia hanya memiliki satu guru perempuan yang terus mencekokinya dengan paham takfiri setiap hari.

"Sekarang anak itu disekolahin di pesantren gitu. Saya sudah berpesan ke keluarganya, pokoknya kalau sampai anak ini tidak disekolahkan akan kami tuntut karena melanggar UU Perlindungan Anak," kata Neneng.

Baca juga: Memberantas Terorisme dengan Teknologi Data

 

 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya