TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

BPN: Bimbel Bentuk Ketidakpuasan terhadap Pendidikan Formal

Ledia Hanifa mengkritisi sistem pendidikan Indonesia

Dok. IDN Times

Jakarta, IDN Times - Lembaga bimbingan belajar atau akrab disebut bimbel kian ramai mewarnai dunia pendidikan di Indonesia. Kehadiran bimbel membantu pelajar menghadapi kesulitan mata pelajaran di sekolah.

Namun, kubu pasangan Capres-Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memandang sistem pendidikan di Indonesia harus dibenahi lagi. Munculnya bimbel dinilai karena ketidakpuasan orangtua terhadap akademis anak di sekolah.

“Les (bimbel) itu biasanya karena orang tua punya tuntutan tinggi terhadap hasil akademisnya anak-anak. Dan hal lain merasa sekolah kurang mencukupi, kalau kita lihat dengan baik dan dilaksanakan dengan baik mestinya cukup,” kata Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ledia Hanifa, dalam talk show #MillennialsMemilih IDN Times, Jakarta Barat, Rabu (6/3).

Baca Juga: Debat Cawapres Soal Pendidikan, Ini Persiapan Sandiaga 

1. Bimbel dipandang tidak perlu jika pendidikan formal cukup baik

Dok. IDN Times

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu melihat bimbel adalah fenomena yang seharusnya tidak terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Menurutnya, bimbel telah mengalami pergeseran tujuan.

“Les jadi tren karena UN (Ujian Nasional). UN harus lulus, khawatir nilai jelek. Dulu les itu untuk kelulusan, sekarang tidak. Logikanya anak-anak tidak harus ada ujian, tidak ada les,” ucap Ledia.

2. Bimbel menghilangkan banyak waktu anak

Dok. IDN Times

Padahal, kata Ledia, ketika seorang anak ikut bimbel, otomatis mereka harus kehilangan waktunya untuk mengembangkan potensi non-akademik.

“Ada banyak waktu yang hilang, bermain dan lain-lain. Kalau les olahraga atau porseni saya kira gak masalah, karena itu mengimbangi akademiknya dengan skill-nya. Probelmnya di situ,” tutur Ledia.

3. Ledia mengkritisi pemerintah soal UN

Dok. IDN Times

Lebih lanjut, Ledia melihat bimbel bisa eksis sampai sekarang ini karena pemerintah gagal dalam kurikulum.

“Kritik saya untuk pemerintahan sekarang, UN untuk SMA yang lalu tidak nyambung antara materi belajar dengan soal-soal ujian. Ini bukan bahan evaluasi kelulusan, tapi juga evaluasi sistem secara nasional,” kata dia.

4. Sejak kapan istilah bimbel eksis di Indonesia?

IDN Times/Vanny El Rahman

Pada awal 1980-an, bimbel muncul di Indonesia. Kehadiran bimbel saat itu, merujuk laporan yang dirilis Bank Indonesia “Komoditas Jasa Bimbingan Belajar,” terkait persiapan siswa kelas tiga (atau kini kelas 12) Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri.

Satu dekade kemudian, bimbel tak hanya melayani pelajar yang hendak masuk ke PTN. Ia juga melayani siswa-siswi dari segala jenjang pendidikan, dari SD, SMP, hingga SMA.

Kehadiran bimbel akhirnya direstui melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 26 Ayat 5. Lembaga ini diakui negara sebagai Pendidikan Luar Sekolah atau Non-formal, bagian dari Lembaga Kursus dan Pelatihan.

Baca Juga: [LINIMASA] Debat Pilpres Ketiga, Ma'ruf Atau Sandiaga Lebih Unggul?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya