Diam-diam DPR & Pemerintah Sudah Mulai Bahas Revisi UU KPK Malam Ini
Rapat digelar mendadak sekitar pukul 20:00 WIB
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Di saat publik tengah fokus memantau jalannya fit and proper test capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, di ruang rapat komisi III DPR, rupanya di area lainnya, anggota parlemen dan pemerintah tengah membahas revisi UU nomor 30 tahun 2002. Rapat yang terkesan mendadak itu jelas mengejutkan media, lantaran baru dimulai pada Kamis (12/9) sekitar pukul 20:00 WIB.
Kegiatan rapat dilakukan di ruang badan legislasi (baleg) dan dihadiri oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly dan Mendagri, Tjahjo Kumolo. Sedangkan, di meja pimpinan badan legislasi turut hadir Ketua Baleg Supratman Andi Agtas, Wakil Ketua Baleg Totok Dariyanto, dan Wakil Ketua Baleg Sudiro Asno.
Namun selain membahas revisi UU KPK, dalam pertemuan juga didiskusikan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan revisi UU MD3. Ketika dimintai komentarnya, Yasonna mengaku tidak ada yang istimewa dari rapat yang digelar malam ini. Menurutnya, surat presiden terkait revisi UU KPK tidak perlu dirapatkan secara keseluruhan di paripurna.
"Tapi, dibamuskan (badan musyawarah) itu boleh. Bamus DPR menunjuk siapa yang bertanggung jawab soal ini, ya sudah. Siapa yang melakukan barang itu sami'na wa atho'na (kami dengar dan kami taat)," kata Yasonna ketika dimintai komentarnya sebelum rapat malam ini.
Lalu, apa saja pandangan pemerintah di dalam surpres yang disampaikan ke DPR?
Baca Juga: ICW Menilai Revisi RUU KPK Kemungkinan Ada Pesanan dari Dewan Terpilih
1. Ada tiga poin yang menjadi fokus pemerintahan Jokowi dalam revisi UU KPK
Dalam dokumen yang berhasil diperoleh IDN Times, terkait pandangan Presiden mengenai perubahan kedua atas rancangan UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, ada tiga fokus pemerintahan Jokowi. Pertama, menyangkut pengangkatan dewan pengawas, kedua, keberadaan penyelidik dan penyidik independen KPK, dan ketiga, penyebutan KPK sebagai lembaga negara.
Di dalam dokumen itu nyatanya, Presiden Jokowi setuju agar dibentuk Dewan Pengawas. Nantinya, kewenangan menunjuk Dewan Pengawas akan mutlak berada di tangan Presiden.
"Namun, untuk menciptakan proses check and balance, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengangkatan Dewan Pengawas, maka mekanismenya akan tetap dilakukan melalui panitia seleksi serta membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap calon anggota pengawas mengenai rekam jejaknya," demikian bunyi dokumen itu.
Sementara, menyangkut keberadaan penyelidik dan penyidik independen, pemerintah malah membuka ruang bagi bagi mereka untuk beralih menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Artinya, mereka nantinya akan dialihkan menjadi PNS dari kementerian atau lembaga biasa.
"Dalam RUU ini pemerintah mengusulkan adanya rentang waktu yang cukup (selama dua tahun) untuk mengalihkan penyelidik dan penyidik tersebut dalam wadah Aparatur Sipil Negara dengan tetap memperhatikan standar kompetensi mereka," kata dokumen itu.
Apa yang dimaksud dengan standar kompetensi? Para penyelidik dan penyidik independen itu harus mengikuti dan lulus pendidikan serta mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara, poin terakhir menggaris bawahi bahwa KPK masuk ke dalam lembaga eksekutif, namun dalam melakukan tugasnya, mereka bersifat independen serta bebas dari pengaruh mana pun.
Editor’s picks
Baca Juga: Pengusutan Kasus Korupsi Besar Terganggu, jika RUU KPK Diketok