TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Digugat LSM, Permenkumham Asimilasi Napi Yasonna Laoly Dipuji DPR

Permenkumham itu disebut sudah lalui pembahasan yang intens

Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan saat tinjau kasus MeMiles di Polda Jatim, Selasa (28/1). Dok.IDN Times/Istimewa

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi lll DPR RI Arteria Dahlan menilai, kebijakan penangguhan penanganan narapidana di program asimilasi oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sudah cukup tepat.

Namun ia menghargai upaya hukum sejumlah aktivis yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil menggugat kebijakan asimilasi dan integrasi lantaran dinilai meresahkan warga.

“Itu kan hak mereka dan kanalnya tepat, namun kita juga harus menghormati proses peradilan yang akan berlangsung dan tidak perlu mengumbar polemik di ruang publik,” kata politikus PDI Perjuangan itu, Selasa (28/4).

Baca Juga: Napi Asimilasi Berulah, Kemenkumham Tetap Beri Pembebasan Bersyarat

1. Keputusan asimilasi melalui pertimbangan dari DPR RI

Kondisi Lapas Perempuan IIA Medan (Dok. Istimewa)

Arteria membantah jika kebijakan asimilasi yang dikeluarkan Yasonna tidak melalui pertimbangan yang matang. Sebab, keputusan tersebut telah dibahas intens di Komisi lll DPR RI dan disepakati bersama sebelum keputusan tersebut diambil Menkumham.

“Jadi tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa sejak awal kebijakan tersebut diambil tidak melalui pertimbangan yang matang dan cenderung transaksional,” ujar Arteria.

Dia meminta kepada pihak yang menggugat kebijakan asimilasi dan integrasi untuk membuktikan jika keputusan tersebut dinilai transaksional. Menurutnya, keputusan tersebut telah disepakati bersama.

“Jadi jangan sembarang bicara apalagi kalau menggiring opini publik seolah mengesankan bahwa kebijakan tersebut diambil atas dasar transaksional. Itu fitnah besar,” kata Arteria.

2. Kebijakan asimilasi atas dasar kemanusiaan

Kondisi Lapas IIA Banjarmasin (Dok. Istimewa)

Arteria berpendapat, kebijakan tersebut diambil DPR dan Menkumham murni karena alasan kemanusiaan untuk menghindari penyebaran COVID-19 di lapas yang over-crowding.

“Sangat tidak mungkin untuk dilakukan social distancing atau physical distancing dalam kondisi over-capacity yang terjadi di hampir sebagian besar lapas dan rutan,” kata Arteria.

“Seandainya ada yang terpapar, maka dengan begitu mudahnya menularkan kepada warga binaan lainnya, dan kalau itu terjadi, Menkumham dan Kalapas lagi yang disalahkan atau mungkin saja akan men-trigger kerusuhan dalam lapas,” sambungnya.

Baca Juga: Beredar Isu Napi Setor Rp5 Juta untuk Bisa Bebas, Yasonna Minta Lapor

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya