TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ditolak Demokrat, Paripurna DPR Tetap Sahkan RUU Minerba

Angin segar bagi enam perusahaan yang akan habis perizinan

Ilustrasi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jakarta, IDN Times - Paripurna DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) revisi UU Nomor 4 Tahun 2009, Selasa (12/5). Sidang yang dihadiri 255 anggota DPR secara virtual dan 41 hadir fisik menyatakan setuju meski Partai Demokrat menolak.

“Apakah RUU Minerba sebagai revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 dapat disetujui sebagai Undang-Undang?” tanya Ketua DPR RI Puan Maharani kepada peserta sidang.

“Setuju,” jawab anggota dewan.

1. DPR dan Pemerintah memanfaatkan situasi pandemik COVID-19?

TKA sedang bekerja di sebuah perusahaan pertambangan di Konawe, Sulawesi Tenggara. (ANTARA FOTO/Jojon)

Koordinator Kampanye WALHI Edo Rakhman mengatakan keputusan DPR dan Pemerintah mengesahan RUU Minerba adalah bukti bahwa negara mewakili kepentingan investor batu bara dibandingkan mendengarkan aspirasi korban industri pertambangan dan rakyat yang memilihnya.

“Alih-alih memprioritaskan penyelamatan rakyat di tengah krisis pandemik COVID-19, DPR-Pemerintah justru menyediakan jaminan (​bailout) dan memfasilitasi perlindungan bagi korporasi tambang,” kata Edo saat dihubungi, Selasa (12/5).

Ia juga menyayangkan rapat-rapat yang digelar oleh Panja RUU Minerba selama ini dilakukan melalui sidang-sidang tertutup dan tidak membuka ruang bagi masukan masyarakat.

2. RUU Minerba mempermudah izin perusahaan tambang batu bara

Rapat Paripurna DPR RI (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Edo juga menyoroti beberapa pasal yang dinilainya menjadi bailout untuk perusahaan tambang. Misalnya, pasal 169A perpanjangan Kontrak Karya (KK) tanpa melalui pelelangan. Pasal 6 yang mengatur perizinan perusahaan batu bara diatur oleh pemerintah pusat yang sebelumnya diatur oleh pemerintah daerah.

“RUU Minerba adalah suatu bentuk bailout​ dari pemerintah untuk melindungi
keselamatan elit korporasi, bukan rakyat dan lingkungan hidup dengan cara memanfaatkan krisis COVID-19 yang menyebabkan kekosongan ruang aspirasi dan partisipasi publik,” ujarnya.

3. Kemudahan memperpanjang izin telah dinanti enam perusahaan

Penambangan galian C di lereng Merapi. (IDN Times/Rahmat Arief)

Edo menjelaskan, perpanjangan otomatis bagi pemegang izin PKP2B tanpa pengurangan luas wilayah dan lelang yang merupakan fasilitas yang ditunggu-tunggu oleh enam perusahaan raksasa batu bara yaitu Kaltim Prima Coal, Arutmin, Kideco Jaya Agung, Multi Harapan Utama, Berau Coal dan ADARO yang akan habis masa kontraknya di tahun ini dan tahun depan.

“Mereka ini diduga masih ingin terus menikmati kemewahan luas lahan, kemegahan produksi energi maut batu bara dan fasilitas lainnya saat masih berada dalam sirkuit aturan rezim kontrak,” ujarnya.

Selain itu juga, terdapat definisi Wilayah Hukum Pertambangan yang akan mendorong eksploitasi tambang besar-besaran, bukan hanya di kawasan daratan tetap juga lautan yang bertentangan UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Reklamasi dimungkinkan untuk tidak dikembalikan sebagaimana rona awal. Termasuk lubang tambang akhir dimungkinkan tidak ditutup seluruhnya.

Baca Juga: Meski Banyak Diprotes, RUU Minerba Siap Disahkan DPR Siang Ini

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya