TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PAN: Tidak Ada yang Baru dalam Protokol New Normal Keputusan Menkes

Keramaian di fasilitas umum konsekuensi ‘New normal’

Anggota komisi IX DPR RI, Saleh Partaoan Daulay di diskusi akhir pekan di kawasan Jakarta Pusat (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah telah menerbitkan protokol ‘new normal’ bagi perkantoran dan industri dalam menghadapi COVID-19 yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemik.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay menilai tidak ada yang baru dari Keputusan Menkes tersebut.

“Tanpa ada keputusan itu, hal-hal yang diatur itu sudah diketahui banyak orang. Apalagi perusahaan dan industri. Bahkan sebagian besar telah melaksanakan apa yang ada dalam keputusan itu,” ujar Saleh saat dihubungi, Senin (25/5).

Baca Juga: [BREAKING] Naik 479, Kasus Positif COVID-19 di Indonesia Jadi 22.750

1. Protokol jaga jarak akan sulit jika ‘new normal’

Ilustrasi kerja redaksi di saat physical distancing (IDN Times/Uni Lubis)

Ada lima poin penting yang diatur dalam protokol itu, yang melingkupi pengukuran suhu ketika masuk kerja. Menurut Saleh, pengukuran suhu ini sudah banyak dilakukan di perkantoran dan di industri. Menurutnya, tidak ada jaminan bahwa pengukuran suhu itu akan aman bagi semua karyawan.

“Kedua, perusahaan tidak menerapkan lembur kerja. Aturan ini diharapkan untuk mengurangi social distancing dan physical distancing. Tetapi harus disadari bahwa jika semua sudah dibolehkan bekerja, social distancing dan physical distancing sudah sulit untuk dikontrol,” ujar Saleh.

2. Aturan tiga shift bertentangan dengan pernyataan Gugus Tugas

Ilustrasi (IDN Times/Uni Lubis)

Aturan ketiga, agar tidak terjadi penumpukan di tempat kerja maka dilonggarkan dengan memungkinkan adanya lembur kerja dalam tiga shift. Namun Saleh menilai, untuk aturan tiga shift tersebut hanya berlaku bagi yang usianya di bawah 50 tahun.

“Aturan ini pun dinilai janggal. Sebab faktanya, berdasarkan data yang dirilis oleh gugus tugas, mereka yang positif corona yang berusia di bawah 50 tahun lebih dari 47 persen. Artinya, pembedaan usia layak lembur seperti ini sangat tidak tepat,” kata dia.

3. Imbauan memakai masker telah dilakukan

Ilustrasi pekerja. (IDN Times/Uni Lubis)

Keempat, karyawan diwajibkan untuk memakai masker sejak dari rumah dan selama bekerja. Aturan ini menurut Saleh, sudah banyak dikerjakan. Bukan hanya karyawan dan pekerja, masyarakat biasa pun telah melaksanakannya. Namun pemakaian masker ini belum dapat dijadikan jaminan bahwa penyebaran COVID-19 akan berhenti.

“Ingat kan dulu waktu di awal-awal. Menteri kesehatan malah menyebut bahwa masker hanya bagi orang sakit. Orang sehat tidak perlu. Sekarang, malah semua orang diminta memakai. Kalau begini, rujukannya kan tidak jelas,” kata Saleh.

Terakhir, perusahaan diminta untuk menjaga nutrisi karyawan dengan menyediakan vitamin C. Menurut Saleh, perusahaan-perusahaan harus mengeluarkan sedikit anggaran untuk pengadaan vitamin C ini. Namun demikian, ia memberi catatan bahwa vitamin C ini belum tentu bisa sepenuhnya melindungi orang dari penyebaran virus corona.

Baca Juga: Tak Capai Target, Hanya 4 Ribu Spesimen yang Dites COVID-19 Hari Ini  

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya