TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Setiaji, Penggawa Jakarta Smart City yang Sempat Ingin Jadi Presiden

Dunia teknologi membuat Setiaji gagal jadi presiden

Facebook/Jakarta Smart City

Jakarta, IDN Times - IDN Times akan menggelar Indonesia Millennial Summit (IMS) 2019. Acara dengan tema "Shaping Indonesia's Future" ini dilangsungkan pada 19 Januari 2019 di Grand Ballroom Hotel Kempinski Jakarta.

IMS 2019 menghadirkan lebih dari 50 pembicara kompeten di berbagai bidang. Mulai dari politik, ekonomi, bisnis, olahraga, budaya, lintas agama, sosial, lingkungan, sampai kepemimpinan millennial.  Ajang millennial terbesar di Tanah Air ini akan dihadiri oleh 1.500-an pemimpin millenial.

Dari 50 pembicara tersebut, tiap harinya akan kami kupas satu per satu profil mereka dan kali ini ada sosok Setiaji, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jakarta Smart City. Seperti apa Setiaji? Berikut profilnya.

Baca Juga: Inayah Wahid: Yang Bilang Millennials Apatis, Mainnya Kurang Jauh!

1. Sempat bercita-cita menjadi presiden

Linkedin/Setiaji

Dalam sebuah wawancara, Setiaji menceritakan bahwa ia sempat mempunyai cita-cita untuk menjadi presiden.

"Di zaman itu, cita-cita anak kecil selalu tentang orang-orang besar di negeri ini. Kebetulan saat itu presiden kita adalah Pak Soeharto, jadi ya saya punya cita-cita ingin jadi seperti Beliau. Terlebih lagi, saya dan Pak Harto kebetulan lahir di tanggal yang sama," ujar Setiaji.

2. Mulai tertarik dengan dunia IT saat SMA

Facebook/Jakarta Smart City

Diakui oleh Setiaji, cita-cita masa kecilnya untuk menjadi presiden berubah haluan setelah ia masuk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Kala itu, pembangunan gedung-gedung tinggi begitu masif dan membuat ia berpikir bahwa IT (informasi dan teknologi) dan dunia teknologi akan menjadi fondasi penting untuk masa depan.

Namun, diakui Setiaji, saat itu IT belum berkembang pesat. "Dulu, teknologi dan IT belum seperti sekarang. Jadi ya, saya berpikirnya untuk menekuni bidang teknologi, saya akhirnya sekolah untuk menjadi insinyur atau arsitek," jelas Setiaji.

3. Jenjang karier di Bappeda, pajak, hingga Kepala UPT Jakarta Smart City

Facebook/Jakarta Smart City

Selesai menempuh pendidikan S1, Setiaji kemudian mengabdikan diri di pemerintahan. Menurut dia, hal itu karena kedua orangtuanya yang berlatar belakang sebagai pegawai negeri membuat ia merasa harus mengabdikan diri di pekerjaan sekitar pemerintahan, walau diakuinya, kala itu gaji di pemerintahan masih kalah besar dari swasta pada 1998-an.

Awal bekerja di Bappeda, salah satu kepala Bappeda ada yang melihat bakat terpendam Setiaji di bidang teknologi yang mungkin berguna. Itu yang kemudian membuat ia mendapat banyak porsi lebih, untuk terlibat dalam kebijakan-kebijakan Bappeda terkait perkembangan teknologi dan pembangunan.

Selama 16 tahun di Bappeda, ia kemudian hijrah ke sektor pajak, karena kuliah S2 yang ditempuhnya adalah perihal keuangan daerah dan ia juga ingin mengembangkan IT di pajak.

Setelah 4,5 bulan di sektor pajak, ia direkrut Pemprov DKI Jakarta untuk bekerja dan mengembangkan Jakarta Smart City dan masih di posisi itu sampai saat ini.

4. Merencanakan proses digitalization untuk Jakarta

Facebook/Jakarta Smart City

Dijelaskan oleh Setiaji, mengembangkan Jakarta Smart City bukan pekerjaan yang selesai dalam beberapa malam. Ada jalan panjang yang ditempuh, mengingat status Jakarta yang juga Ibu Kota negara. Proses digitalization inilah yang membuat Setiaji kerap mengamati kota-kota di luar negeri, yang sudah menerapkan sistem smart city.

Selain itu, start up yang banyak berkembang di Indonesia dewasa ini juga diakui Setiaji memiliki andil untuk semakin membantunya dan tim Jakarta Smart City menemukan inovasi, mengingat para pegiat start up adalah pengguna setia teknologi dan menggunakan teknologi hampir di segala lini bisnis mereka.

Baca Juga: Cak Ipin, Wabup Millennials yang "Sadar Usia"

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya